Be inspiring for today, tomorrow and for the future

Selasa, 17 Juli 2012

Membangun Masyarakat Berstruktur...

Masyarakat...

Siapa yang tidak pernah mendengar istilah tersebut??? Atau siapa yang tidak tahu apa dan bagaimana bentuk dari sebuah masyarakat itu??? Hari ini masyarakat sudah mewujud dalam banyak karakter, tatanan sosial dan tentu saja memiliki banyak komponen yang sangat kompleks. Kita, diri individu adalah komponen pembangun masyarakat itu.

Kondisi kita hari ini, sering kali kita memuji berbagai upaya strukturisasi masyarakat yang dilakukan oleh kekuatan selain kekuatan Islam. Bahkan tak jarang kita pun memuji pula penguasaan data dan informasi oleh ummat selain ummat Islam. Disadari atau tidak, kondisi ini menempatkan kita pada posisi dimana kita mengagumi keteraturan yang ada dalam ummat di luar ummat Islam tersebut. Sementara itu, kita justru sering kali melakukan kritik internal atas ketidak teraturannya struktur masyarakat Islam. Kritik tanpa solusi, dan anehnya kita justru menyimpan rasa curiga kepada pembangunan struktur masyarakat Islam. Kecurigaan itu kita tujukan kepada para aktivis dakwah yang berorientasi kepada pembangunan masyarakat Islam itu sendiri.

Sebenarnya jika kita melihat kondisi seperti ini tentu sangat mengkhawatirkan. Padahal pembangunan masyarakat muslim adalah fokus utama dalam kehidupan ummat hari ini. Pembangunan struktur masyarakat sebagian besarnya adalah upaya pembuktian kesempurnaan Islam. Islam dengan syumul (menyeluruh) mengatur dengan baik kehidupan manusia, baik dalam konteks manusia sebagai hamba Allah, manusia sebagai pribadi, terlebih manusia sebagai bagian dari masyarakat. Tentu saja hal ini harus berjalan sinergis, bagaimana nilai-nilai Islam yang luhur itu harus kemudian disertai dengan kerapihan struktur dari ummat Islam itu sendiri.

Saat ini kita harus mengakui bahwa kebangkitan Islam tengah bergelora hampir disetiap sudut dunia. Tak hanya di Indonesia, gelora kebangkitan Islam itu menyeruak di tengah-tengah negara yang secara mayoritas masyarakatnya adalah ummat Islam, semisal di Iran, Irak, Yordania, Mesir, Malaysia, Pakistan, Sudan bahkan merambah sampai ke negara-negara barat semisal Inggris, Amerika Serikat juga Australia. Begitulah siklus yang berjalan. Dahulu Islam lahir dalam kondisi masyarakat yang hidup dalam kejahiliahan. Islam adalah jawaban dan solusi atas berbagai permasalahan yang timbul dalam masyarakat yang jahiliah itu, terlebih sekarang ketika dunia sudah memasuki fase modernitas dengan berbagai perkembangan IPTEK yang seolah sudah tak bisa lagi dibendung. Maka Islam tidaklah kemudian menjad usang, akan tetapi Islam justru semakin menjadi solusi yang hidup sepanjang zaman ini berjalan.

Fase ummat hari ini di tengah-tengah gelora kembangkitan Islam setelah dahulu berjaya, kemudian seolah Islam itu "tidur", padahal Islam itu senantiasa "terjaga" dan "hidup", tiba pada masa dimana ia akan kemudian bangkit kembali untuk menawarkan solusi nyata atas kompleksitas yang muncul ditataran kemasyarakatan. Pada fase dimana gelora kebangkitan Islam tengah membahana, maka sungguh, fase ini akan menentukan seberapa lama lagi proyek "pencerahan" struktural, intelektual, dan kultural ini berjalan. Sehingga menjadi sesuatu yang wajar ketika ummat ini kemudian berusaha menunjukkan eksistensi dirinya dan mendobrak model sekuler yang telah lama membelenggunya untuk kemudian berganti menjadi sistem Islam.

Di sinilah tantangan itu bermain. Bagaimana kondisi ini kemudian hadir dalam wujud perbedaan dan heterogenitas pergerakan-pergerakan kebangkitan Islam yang muncul diberbagai belahan dunia. Sebuah tantangan yang luar biasa untuk kemudian lahir menjadi kekuatan dalam membangun masyarakat yang berstruktur. Pada hakikatnya kahidupan manusia dan semesata serta segala isi yang ada di dalamnya Allah tempatkan dalam keteraturan. Akan tetapi kondisi ini kemudian menjadi bergeser ketika spontanitas dan ketidak teraturan menjadi hal yang ditawarkan oleh musuh-musuh Islam untuk memposisikan ummat Islam dalam kondisi yang demikian. Terlebih keadaan ini diperparah dengan belum matangnya "qiyadah fikriyah", sebuah kematangan secara keilmuan untuk menyerap dan memilah apa-apa yang haq dan apa-apa yang batil.

Spontanitas dan ketidak teraturan bukanlah hukum dasar yang dipakai dalam membangun hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan dirinya dan hubungan manusia dengan alam semesta. Ummat Islam tidak mewarisi corak masyarakat yang seperti itu. Ketidak teraturan kehidupan manusia adalah gerbang ketidak harmonisan manusia dengan Allah, dengan manusia lainnya, dengan dirinya dan dengan alam semesta. Spontanitas dan ketidak teraturan adalah pemikiran-pemikiran yang bersifat destruktif yang dihidupkan dalam tubuh ummat ini atas nama kebebasan, inovasi dan menghindari taklid. Sehingga masyarakat yang kemudian ditawarkan adalah masyarakat yang tidak bervisi, tidak bermisi, tanpa pemimpin, tanpa arahan dan tanpa ketaatan.

Begitulah potret general dari kehidupan masyarakat yang tidak teratur. Sehingga kondisi seperti itulah yang memicu semakin tingginya kompleksitas persoalan yang muncul di dalam masyarakat. Dari mulai masalah infiltrasi pemikiran, kekuatan militer, hutang negara yang menjadi jebakan dari barat, hingga kepada tataran perihal yang "sederhana" semisal masalah pernikahan, pendidikan anak hingga kehidupan bertetangga. Kritis memang jika kondisi ini terus menerus dibiarkan tanpa adanya solusi nyata sebagai sebuah jawaban. Dan inilah PR riil yang ada di hadapan kita. Sebagai bagian dari perjalanan dakwah, hendaknya kepahaman kita akan konteks dakwah, akan Islam sebagai way of life hendaknya bisa menjadi cahaya di tengah-tengah kegelapan yang membuat ummat ini terpuruk.

Membangun masyarakat yang berstruktur adalah sebuah keniscayaan. Ada beberapa tahapan penting yang harus kita perhatikan dalam membangun masyarakat berstruktur ini, antara lain : pertama, pembangunan kepribadian (takwin asysyakhsiyah), kedua pembangunan semangat berjamaah (takwin ruhul jamaah), dan ketiga mendesainnya sebagai gerakan penyelamatan (harakatul inqadz). Setidaknya ketiga tahapan ini yang harus kita perhatikan dengan baik dalam proses membangun masyarakat berstruktur itu. Pembangunan kepribadian menjadi gerbang awal bagaimana kita bisa kemudian mencetak pribadi-pribadi muslim yang tidak sekedar siap melakukan perubahan, akan tetapi yang kemudian dicetak adalah pribadi-pribadi yang siap pula secara kapasitas keilmuan, kepahaman terhadap nilai-nilai Islam yang harus dikembangakan dalam kehidupan bermasyarakat bahkan sampai kepada tataran kesiapan untuk menghidupkan dakwah dan jihad. Pembangunan kepribadian yang siap ini tentu saja akan sulit atau bahkan gagal sama sekali ketika "proyek" pembangunan masyarakat berstruktur itu kemudian dijadikan "proyek" pribadi, artian akan sulit realisasinya jika hal itu hanya dikerjakan seorang diri. Pribadi yang sudah terbangun dengan baik dan matang, idealnya akan kemudian memahami dan membangun kekuatan yang lebih massif dengan berjamaah. Di sinilah pembangunan semangat berjamaah itu harus dimunculkan, sebab ada banyak "pos-pos" yang harus diisi di masyarakat yang menjadi kran pembangunan masyarakat berstruktur itu, dan tentu saja pengisian pos-pos tersebut tidak cukup jika mengandalkan kekuatan satu atau dua orang saja.

Ketika kepribadian sudah terbangun dengan matang, pun dengan semangat berjamaah, ternyata tidak cukup sampai di sana saja. Apalah artinya kepribadian muslim yang matang, jamaah yang solid tanpa adanya aksi nyata. Ya, sebuah pergerakan yang memberikan solusi atau persoalan yang bermunculan dalam tubuh ummat ini. Pribadi yang terinternalisasi dalam jamaah akan menjadi sebuah kekuatan ketika bergerak. Tapi bukan sekedar bergerak tanpa visi dan misi yang jelas. Sebuah pergerakan hendaknya memiliki capaian-capaian yang akan diwujudkan, dan hal ini dibutuhkan untuk sampai kepada pembangunan masyarakat berstruktur. Memang akan menjadi sebuah proses panjang dengan pengorbanan yang tidak sedikit untuk dapat mewujudkan keteraturan dalam masyarakat. Sebuah keteraturan yang dibangun di atas pondasi-pondasi nilai-nilai Islam yang terinternalisasi dengan baik, tak hanya secara individu, akan tetapi melebur menjadi kekuatan secara kolektif. Sebuah proyeksi masa depan melalui pergerakan.

Pertanyaan yang kemudian muncul setelah tahapan-tahapan itu kita pahami adalah, apakah kita cukup memiliki kapasitas untuk kemudian dapat menjalani semua proses itu??? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing-masing. Akan tetapi terlepas dari bagaimana kondisi diri kita hari ini, yakinlah ketika kita tak pernah lelah untuk mentarbiyah diri, dan ketika kita memiliki visi dan misi perubahan dan perbaikan untuk membangun ummat ini karena landasan kecintaan kepada Allah, maka insyaAllah, kapasitas itu akan juga muncul dalam diri kita. Semua adalah proses, dan seorang aktivis sejatinya tidak akan pernah lelah untuk menjadi seorang pembelajar kebaikan, dan seorang aktivis pun sejatinya akan mengikhtiarkan dan senantiasa menyiapkan diri untuk bersegera menyambut seruan-seruan dakwah, dan ketidak teraturan masyarakat hari ini adalah satu dari sekian banyak PR ummat ini, dan terbangunnya masyarakat berstruktur adalah satu dari sekian banyak cita-cita dalam tubuh ummat ini. Maka bersiaplah, tawarkan Islam dan dakwah sebagai jawabannya.

Wallahualambishawab

(*Ringkasan dan Inspirasi dari buku : Dakwah dan Manajemen Isu...Dengan tambahan dan perubahan yang disesuaikan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar