"Kita tak bisa menunggu, karena dakwah itu dinamis, ia bergulir
dengan cepat, maka dari itu bersegeralah untuk memenuhi seruannya karena
jika tidak, maka kita akan tertinggal, dan mungkin dinamisasi dakwah
itu tidak akan kembali lagi menghampiri kita, jika kita menemukannya,
mungkin itu adalah dinamisasi dakwah yang lain, yang juga menyerumu
untuk bergerak, bergerak dan bergerak"...
Kembali
teringatkan dengan peran strategis seorang kader dakwah. Ya, ungkapan di
atas adalah ungkapan yang sebetulnya sering kali melintas dengan kuat
dalam diri. Hanya sekedar ungkapan yang diciptakan sendiri, namun hebat,
ia adalah tamparan saat raga ini lebih banyak memilih untuk diam.
Terkadang kita, terlebih ratusan atau bahkan ribuan orang di luar sana
yang mengaku sebagai aktivis, apalagi aktivis dakwah, hendaknya ia
belajar untuk dapat memotivasi dirinya dengan baik sebelum ia memotivasi
orang lain, hendaknya ia belajar untuk berinisiatif menggerakan dirinya
dalam aktivitas kebaikan sebelum ia mendorong orang lain untuk ada
dalam aktivitas kebaikan itu. Kondisi ideal yang sering kali berbenturan
dengan kondisi riil seorang kader dakwah di lapangan.
Tak
sedikit kader yang hari ini memilih untuk berjibaku dengan dirinya
sendiri, ya itu memang tak sepenuhnya salah, hanya saja dunia terlalu
luas untuk kemudian kita memilih menutup mata. Hari ini pun tak sedikit
kader yang lebih memilih berada di "zona hijau", apapun wujudnya zona
itu, namun ia lebih memilih untuk tetap di sana, menikmati kenyamanan
yang sebetulnya adalah semu, karena dalam dakwah itu tidak ada
kenyamanan yang hakiki selain kenyamanan yang Allah hadiahkan kelak
untuk mereka yang ikhlas dan istiqomah berjuang di jalan-Nya, dakwah
adalah jalan yang penuh dengan onak dan duri, dan sedikit sekali orang
yang mampu bertahan di dalamnya.
Sangat disayangkan,
evaluasi besar lainnya adalah pemenuhan kapasitas setiap diri individu
untuk mau dan mampu berdinamika. Kekuatan kapasitas itu merupakan
keniscayaan dari sebuah ikhtiar. Seorang kader tak hanya merasa cukup
dengan banyaknya amanah yang ia jalankan atau cukup dengan banyaknya
amanah yang ia peroleh, akan tetapi sinkronisasi amanah dengan kapasitas
diri adalah penting. Karena sering kali kita kemudian tidak cukup kuat
untuk bertahan ketika kapasitas diri itu kurang atau bahkan tidak ada
sama sekali.
Kapasitas yang kita bicarakan adalah kapasitas secara tsaqafah. Seringkali kita terlalu banyak disibukan dengan berbagai qadhaya
(permasalahan) yang kita hadapi tanpa kemudian berusaha menempatkan
diri sebagai sumber solusi. Dinamika dakwah teramat sangat kompleks, dan
tentu saja hal itu membutuhkan kesiapan dari setiap kadernya untuk kuat
berjibaku dalam dinamika itu. Kuat tak sekedar ruhiyah, namun juga kuat
secara keilmuan dan pengetahuan, kuat secara jasadiyah sudah barang
tentu dibutuhkan, dan kultur inilah yang harus kita pertajam. Kultur
kekuatan tsaqafah.
Membekali setiap diri individu kader dakwah dengan kemampuan untuk bisa berpikir strategis, ber-bargaining position,
fleksibel dalam tataran konseptoral dan teknis lapangan merupakan
kebutuhan dan keharusan yang nyatanya tak dapat ditawar-tawar lagi.
Terkadang kita terlalu ragu bahkan mungkin takut dengan dinamika yang
ada di hadapan karena kita tidak mempersiapkan diri untuk bergesekan
dengan dinamika itu. Kita sering kali merapuh terhadap keadaan yang
sebetulnya dapat kita kendalikan jika saja kita mengedepankan keyakinan
dan ikhtiar teroptimal untuk tak lari dari keadaan itu.
Kita tak bisa menunggu, karena dakwah itu dinamis...
Ketika
kita sadari adanya dinamisasi dakwah maka tentu menjadi kader yang
pasif bukanlah pilihan atau menjadi kader yang senantiasa mencari
"posisi aman", itu pun bukanlah jalan yang ditempuh. Dinamisasi dakwah
idealnya beriringan dengan dinamisasi kader-kadernya. Belajar berpikir
strategis terhadap dinamisasi itu, bukan saling menunggu, karena tak
selalu setiap langkah dakwah harus menunggu instruksi. Tapi bukan pula
ketika kita bergerak dahulu, maka sama dengan mengabaikan keharusan dari
sebuah instruksi. Di sinilah berpikir strategis itu dituntut dari
seorang kader. Upaya pemenuhan kapasitas diri dengan membaca, berdiskusi
dan tentu saja learning by doing, belajar dari dinamika dakwah, karena lari jelas bukan dan tidak akan menjadi pilihan !!!
Kita tak bisa menunggu, karena dakwah itu dinamis...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar