Be inspiring for today, tomorrow and for the future

Rabu, 28 November 2012

Spongebob dan Freemason

Siapa yang tidak tahu dengan film kartun?

Tentu diantara kita ada banyak orang yang tahu tentang film kartun dan bahkan tidak sedikit juga diantara kita yang menyukai genre film tersebut, termasuk saya salah satunya. Genre film yang satu ini memiliki banyak judul dan tentu tema cerita yang berbeda satu sama lain. Ada yang menceritakan tentang perjuangan, petualangan, horor, detektif, dan banyak lagi. Kita tentu memiliki alasan masing-masing kenapa kita menyukai genre film tersebut.

Nah, hari ini film kartu yang sedang "in" , mmm...maksudnya yang sedang naik daun dan banyak disukai  oleh berbagai kalangan, terutama dikalangan anak-anak adalah film Spongebob. Film kartun ini jam terbangnya tinggi, dari semenjak pagi tiba, sampai dengan nanti menjelang matahari terbenam, film kartun yang satu ini mendominasi tayangan disalah satu stasiun televisi swasta. Padahal sadarkah kita bahwa ternyata jika kita perhatikan dengan seksama, fiml Spongebob tidak memberikan nilai edukasi sama sekali. Justru dalam film ini banyak disajikan lambang-lambang dari Freemason dan Iluminati. Freemason dan Iluminati adalah perpanjangan tangan dari Dajjal. Ya, kedua kelompok ini adalah kelompok yang berbahaya, yang memiliki misi untuk membentuk "The New World Order" atau "Tatanan Duni Baru" dimana kelompok mereka yang akan berkuasa dan menghadirkan Dajjal sebagai pimpinan tertinggi dalam "Tatanan Dunia Baru" itu.

Coba perhatikan gambar berikut ini:
Ini adalah salah satu gambar Spongebob yang "mengkampanyekan" lambang dari tanduk Satan (Baphomet) yang merupakan salah satu "tuhan" yang disembah oleh kaum Freemason.








Inilah gambar Baphomet yang berada dalam lingkaran Pentagram. Pentagram sendiri merupakan salah satu media untuk memuja Baphomet (satanis).







Mungkin selintas kita tidak memperhatikan dengan seksama. Akan tetapi lipatan tangan Spongebob di atas adalah lambang dari dua tanduk Baphomet atau disebut juga sebagai lambang dari dua tanduk Satan. Lambang-lambang seperti ini bahkan lebih banyak daripada itu bertebaran dalam cuplikan film Spongebob yang selama ini dengan bebas kita tonton dan disaksikan oleh anak-anak atau adik-adik bahkan oleh diri kita sedniri. Bahkan secara tidak sadar, sering kali sebagian dari kita pun memperagakan penggunaan lipatan tangan  seperti yang dilakukan oleh Spongebob di atas. 

Selanjutnya, perhatikan lagi gambar berikut ini:
Gambar di samping adalah salah satu adegan dalam film Spongebob. Pada adegan tersebut, jika kita menyaksikan film Spongebob dalam Bahasa Inggris, maka kita akan mendengar bahwa pada saat itu Patrick dan Spongebob mengucapkan, "By the order of the All-Seeing Eye". Ucapan tersebut dikatakan oleh Patrick dan Spongebob tatkala mereka akan menobatkan Squidward untuk menjadi pemimpin dalam kelompok rahasia yang anggotanya adalah saudara baik, bahkan posisi pimpinan ini lebih tinggi daripada posisi sebagai raja atau presiden. Lalu "kelompok rahasia" itu apa? dan siapa "saudara baik" yang dimaksud oleh Patrick dan Spongebob?.
Perhatikan gambar selanjutnya:
"Kelompok rahasia" yang dimaksud oleh Patrick dan Spongebob adalah Freemason dan "Saudara baik" itu adalah anggota-anggota Freemason yang memang satu sama lain diantara mereka selalu menampatkan diri sebagai saudara, bahkan dalam setiap aktivitas mereka, sebutan Bro (dari kata Brotherhood) adalah sebutan yang "wajib" mereka ucapkan sebagai bentuk persaudaraannya dengan sesama anggota Freemason, dan lagi, hari ini tidak sedikit dari kita yang juga mengikuti jejak mereka, menyapa atau menyebut orang lain dengan sebutan Bro.

Jika kita mau sedikit lebih cermat dalam menyaksikan tayangan film Spongebob ini, tentu kita akan menemukan lebih banyak lagi "kampanye" lambang-lambang Freemason dan Iluminati, dari mulai piramida, mata satu, hingga perkumpulan "rahasia" iu sendiri. Nicklodeon sebagai pihak yang memiliki lesensi resmi untuk menayangkan film ini pun dimiliki oleh seorang Yahudi, silahkan cek http://secretofilluminati.blogspot.com/2012/04/illuminati-di-kartun-spongebob.html

Selain film Spongebob, lambang-lambang dan pemikiran-pemikiran Freemason serta Iluminti pun dapat kita temukan dalam banyak film kartun lainnya, diantaranya adalah film Avatar The Legend of Aang, Yu-Gi-Oh, Simpson's Family, Barney & Friends dan banyak lagi. Jika sudah seperti ini, maka kita harus semakin selektif dalam menonton sebuah tayangan televisi, terlebih untuk anak-anak atau adik-adik kita di rumah, karena tanpa sadar tayangan-tayangan itu akan "memprogram" otak dan pola pikir kita untuk berpikir sama dengan yang diinginkan oleh Freemason, Sihir Sigil, begitu mereka menyebutnya, selengkapnya silahkan cek http://votreesprit.wordpress.com/2012/06/04/sihir-sigil-dan-media/

Kehadiran Freemason dan Iluminati yang semakin terang-terangan hendaknya menjadi pengingat untuk kita akan kedatangan Dajjal. Sosok yang dianggap sebagai "tuhan" tertinggi bagi kaum Freemason dan Iluminati. Dajjal inilah yang akan semakin menyesatkan ummat manusia, memunculkan banyak kemungkaran dan itu semua kini tengah diawali dan gerbang kemunculan Dajjal pun tengah dibuka oleh mereka, kaum Freemason dan Iluminati melalui berbagai cara dan media, dan media massa dengan berbagai tayangan program di dalamnya adalah salah satu sarana yang mereka gunakan untuk membangkitkan Dajjal. Kelak Dajjal akan datang kepada ummat manusia dan mengaku sebagai tuhan. Lalu Dajjal itu seperti apa? berikut penjelasan dalam sebuah hadits shahih:

Rasulullah Saw bersabda, "Setiap Nabi sebelum aku telah memberitakan kepada kaumnya perihal kedatangan Dajjal. Akan tetapi ada hal yang tidak disampaikan oleh para Nabi sebelumku tentang Dajjal. Dajjal itu bermata satu dan sesungguhnya Allah tidak-lah bermata satu" (HR. Muslim).

Semoga bermanfaat.

Jumat, 23 November 2012

Buat Aku Jatuh Cinta...

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada ketaatan
Taat dengan kecintaan kepada-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada ketaqwaan
Taqwa dengan ketundukan hanya pada-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada Rasul-Mu
Rasul yang Engkau kirimkan bersama kemuliaan dari-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada Al-Qur'an
Al-Qur'an yang Engkau tetapkan sebagai pedoman hidup manusia

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada Islam
Islam yang Engkau jamin sebagai agama yang Engkau ridhoi dan membawa rahmat bagi semesta alam

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada ke dua orang tuaku
Orang tua yang dengan tulus dan sabar merawat dan membesarkanku

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta kepada adik dan sanak saudara
Adik dan sanak saudara yang saling mencintai karena-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada hati yang tunduk 
Tunduk pada segenap syari'at-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada sosok yang Engkau halal-kan untukku
Halal tak sekedar muhrim, namun halal oleh ikatan pernikahan

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada segala sesuatu
Cinta kepada apa yang membuat-Mu semakin mencintaiku

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta dengan cara-Mu, cinta sesuai ketetapan-Mu

 
 

Kamis, 22 November 2012

Sekedar Catatan Kecil: Nostalgia Semasa SMA

Siang ini di sekolah, almamater saya semasa SMA...

Tanpa direncanakan, Allah menakdirkan saya bercakap-cakap dengan beberapa orang guru yang dulu mengajar di kelas saya, dan satu diantaranya adalah guru yang belum pernah mengajar di kelas, dimana saya adalah siswa di kelas tersebut. Beliau adalah salah satu guru Bahasa Inggris yang ada di almamater saya itu. Percakapan diawali dengan, "Hei, are you Arinda?", dan saya menjawab, "Yes, sir".

Percakapan berlangsung dengan Bahasa Inggris, dan sesekali saja saya menjawab dengan Bahasa Inggris juga, sisanya, saya keukeuh menjawab dengan Bahasa Indonesia. Bukan tidak bisa menjawab dengan Bahasa Inggris, tapi kondisi percakapan tadi mepet dengan jam saya menemui guru Sejarah yang menjadi mitra saya dalam penelitian skripsi di sekolah itu....#fakta atau ngeles neh :)

Tapi jujur, perbincangan singkat yang tadi berlangsung pada akhirnya memberikan kesan yang mendalam di hati saya. Eits...jangan berpikir aneh dulu, maksudnya kesan yang justru menjadi cambuk untuk saya melatih dan mengembangkan kembali skill berbahasa Inggris yang sempat begitu lama saya abaikan hanya karena sebuah pengalaman buruk semasa kelas 2 SMA. Guru Bahasa Inggris itu pun bertanya banyak hal, terutama menanyakan, "Kenapa kamu tidak mengambil jurusan Bahasa Inggris di UPI? Padahal kemampuan berbahasa Inggris kamu bagus. Apa kamu suka sejarah?", begitu kata beliau, dan saya tentu tidak mungkin menjawab, "Takdir Pak". Ya meskipun memang apa yang kita jalani hari ini adalah bagian dari ketetapan Allah, tapi tentu butuh jawaban yang cerdas agar dapat dimengerti oleh orang lain.

Tadi saya jawab dengan tersenyum dan, "Ya kalau dibilang suka, lumayan suka pak. Sejarah itu mengajak saya untuk mengetahui seisi dunia dari berbagai alur garis waktu tanpa saya harus lelah berkeliling dunia untuk mengetahui hal yang banyak itu". Jawaban standar yang saya sendiri mengakui memang jawaban itu belum cukup cerdas, tapi juga bukan jawaban yang konyol dan asal. Setidaknya saya jujur mengatakan itu, jujur dari hati yang terdalam, halah :)

Begitulah, kalau dirincikan pasti agak panjang percakapannya, yang jelas intinya saya sangat berterimakasih dengan beliau. Meski selama saya SMA dulu tidak pernah belajar langsung dengan beliau, tapi tetap ada banyak pelajaran yang saya dapat. Ketika saya tanya, "Dulu semasa saya sekolah di sini, bapak tidak pernah mengajar di kelas saya. Tapi kok bapak sepertinya tahu saya?". Beliau tersenyum dan mengatakan, "Yes, I never lesson at your class. But I know you. I know your English skill is good. I saw you when you participated at story telling competition". Saya tersenyum, mengingat masa-masa itu, jadi ingat banyak hal. Ingat Miss Nina juga, guru Bahasa Inggris di kelas 3 yang membuat saya bangkit dan percaya diri kembali setelah sempat krisis percaya diri akibat kesalah pahaman dalam pelajaran Bahasa Inggris semasa kelas 2.

Terbayang kembali ingatan semasa "Bulan Bahasa" di sekolah. Mendapat pengahargaan sebagai juara I untuk lomba "Story Telling" dan juara II untuk lomba "Making The Poem". Wah....jadi malu (Eits..bukan pamer ya, sekedar nostalgia saja :))

Lagi, lagi dan lagi saya hanya tersenyum mendengar pernyataan dari guru Bahasa Inggris saya itu. Lalu saya bilang, "Thank you sir. Saya akan mengasah kembali skill berbahasa Inggris saya meskipun saya tidak kuliah di jurusan Bahasa Inggris". "Yes. Sayang jika potensi kamu dibiarkan", begitu ucap beliau sambil tersenyum. Saya hanya mengangguk dan berpamitan kepada beliau untuk menemui guru Sejarah di ruang BK. Saya berjalan dengan penuh semangat yang menggelora dalam dada, "Saya pasti bisa mengasah dan mengembangkan kecintaan saya kepada bahasa, pak", hati berbisik.

Perbincangan dengan guru Matematika, guru TIK dan wali kelas semasa kelas 2 dahulu semuanya benar-benar kesan untuk hari ini. Ditambah dengan kesempatan mengajar di kelas XI IPS 3 yang juga dahulu menjadi kelas saya, wah menyenangkan dan kembali membuka memori saya semasa SMA. Sepulang dari sekolah, Allah mempertemukan saya dengan guru Sosiologi di kelas 3. Beliau memang sudah tidak mengajar di almamater saya, tapi bagaimana pun juga, beliau adalah bagian dari keberhasilan saya meraih mimpi hingga hari ini. Memori di kelas XII IPS 5 kembali membayang-bayangi langkah saya menuju tempat pangkalan angkot 02A, angkot yang menuju ke arah rumah tercinta.

"Rabb...Terimakasih, Engkau tak pernah membiarkan hari-hariku berlalu sia-sia tanpa kesan. Terimakasihku untuk guru-guru semasa SMA. Meski asa menjadi guru masih sering kembang-kempis, tapi kini ia bergelora dengan hebatnya. Menggerakkan diri untuk bisa merealisasikannya. Allah, ridhoi aku untuk menjadi pahlawan itu. Pahlawan yang berperang dengan ilmu, pahlawan yang tak sekedar mengajar, tapi lebih dari itu, mendidik. Guru dan murobbiyah sukses juga berkah, amin".

 

Minggu, 11 November 2012

Cari dan Temukan Buku yang Kamu Mau, Di Sini...!!!

Membaca, siapa sih yang gak suka baca???

Pasti banyak ya :)

Membaca pada dasarnya bukanlah sekedar hobi, karena membaca hakikatnya adalah kebutuhan. Membaca adalah jendela dunia, ya itulah pribahasa yang sering kali saya dengar tentang membaca. Tapi kalau saya pikirkan dengan seksama, memang benar adanya bahwa membaca adalah jendela dunia. Saya bahkan menambahkan lanjutan dari pribahasa itu, ya ini mah sekedar pendapat subjektif saya saja bahwasanya membaca adalah jendela dunia sama artinya bahwa membaca memberikan kita peluang yang luas untuk kita mengetahui dan melihat isi dunia tanpa kita harus beranjak dari tempat duduk ketika kita memang belum cukup mampu untuk mengeksplorasi seisi dunia ini.

Nah, oleh karena itu, buku adalah salah satu jembatan untuk kita dapat menjelajah dunia dan seisinya. Meski tidak dalam semua hal, tapi tidak ada salahnya kan kita belajar dan menambah wawasan dengan membaca. Apalagi di zaman modern seperti sekarang ini, kebutuhan akan buku atau informasi sangat penting, makanya sekarang banyak banget tuh berbagai fasilitas yang mempermudah kita untuk memperoleh berbagai jenis buku yang kita butuhkan. Bukunya bisa untuk sekedar dibaca dalam mengisi waktu luang, atau bisa juga buku itu kita pakai sebagai bahan referensi dalam mengerjakan tugas sekolah, skripsi, tesis, disertasi de el el deh, pokoknya mah sesuai dengan kebutuhan kita.

So, kalau sudah begitu, sebetulnya tidak ada lagi alasan untuk kita tidak suka membaca buku atau tidak mau sama sekali bersentuhan dengan buku. Yuk kembangkan wawasan dan keilmuan kita dengan membaca, kalau masih tetap gak suka juga, coba deh paksakan, karena buku adalah salah satu kebutuhan primer manusia. Hari gini gak suka baca, gak gaul :)

Cari dan temukan buku yang sesuai dengan yang kamu mau, di sini...!!!


Senin, 22 Oktober 2012

Pasar, Anak Penjual Keresek dan Rumah Belajar Cerdas Ceria

Siang ini sepulang penelitian dari sekolah, dalam panasnya udara Cianjur, saya bergegas menuju perpustakaan daerah. Rencananya saya ke sana untuk mengembalikan buku sekaligus meminjam lagi buku lainnya untuk sumber skripsi saya, tapi sayangnya buku yang dicari tak kunjung ditemukan. Ketika mendekati adzan dzuhur berkumandang, saya tinggalkan perpustakaan daerah, berjalan kaki menuju arah pulang di mana angkot 02A sudah banyak menunggu penumpang di sana. Tapi yang ingin saya tuliskan sebetulnya bukan tentang itu. Begitulah kalau "penyakit bertele-telenya" saya kumat, tapi tak apalah, yang penting fakta ya.

Setibanya di rumah saya bersegera sholat dzuhur, kemudian beristirahat sejenak. Ada sebuah pesan singkat yang saya terima dari ibu. Siang ini saya mendapat tugas untuk mengantar nenek ke dokter. Sudah sekitar 3 hari terakhir ini nenek sakit. Awalnya flu, tapi kemudian berlanjut menjadi batuk yang menurut saya cukup parah. Semalam pun keadaan nenek sangat tidak baik, saya hanya bisa memberikan obat semampu saya untuk sementara waktu meringankan sakitnya nenek sebelum hari ini ke dokter.

Hari memang masih terlalu siang untuk pergi ke dokter. Akhirnya karena praktek dokter baru buka nanti sore, nenek mengajak saya berbelanja ke pasar. Kata nenek hari ini beliau belum memasak lauk untuk makan siang karena warung tempat nenek biasa berbelanja lauk pauk hari ini tidak belanja, jadi tidak ada lauk pauk yang bisa dibeli di sana, dengan senang hati saya menemani nenek, karena memang sudah lama juga saya tidak masuk ke pasar tradisional di sini. Maklum saja saya sangat jarang pulang selama saya kuliah, dan begitu pulang, baru kali ini saya memiliki kesempatan untuk berbelanja ke pasar. Menyenangkan, ternyata sekarang pasarnya hadir dengan "wajah baru" meski tak benar-benar baru, tapi saya suka. Membantu mensejahterakan petani dan pedagang lokal dengan berbelanja di pasar tradisional.

Udara siang ini memang cukup panas, maklum saja di Cianjur hampir setiap hari hujan. Pagi-pagi cerah, menjelang siang langit agak mendung dan petangnya hujan turun deras hampir semalaman, dan efeknya? suhu udara menjadi tidak menentu. Tapi meskipun begitu, saya tetap suka, sangat suka. Hujan itu benar-benar rahmat, menyejukkan suasana dan yang pasti air di sumur bertambah banyak, bunga-bunga di halaman rumah pun tumbuh dengan begitu segarnya, apalagi mawar putih, bunga kesayangan saya itu semakin cantik dan bersih. Indah memang.

Kembali ke cerita belanja ke pasar tradisional ya. Pasar terdekat dari rumah dan dari tempat praktek dokter adalah Pasar Bojong Meron dan Pasar Induk. Berhubung diantara kedua pasar itu yang paling dekat dengan tempat praktek dokter adalah Pasar Bojong Meron, akhirnya saya dan nenek pun memutuskan untuk pergi ke sana. Kami memulai aktivitas berbelanja dengan membeli 1/2 kg telur ayam dengan harga Rp. 8000, dilanjutkan dengan membeli 1/4 kg ikan teri daging seharga Rp. 9000, lalu entah berapa kilogram sawi putih (sayuran favorit saya) dan kol serta cabai rawit total ketiganya Rp. 7000. Ketika kami tengah membayar sawi putih, kol dan cabai rawit, tiba-tiba datang seorang anak. Kalau saya perhatikan dari wajah dan postur tubuhnya, anak itu berusia sekitar 8 tahunan. Ia menjajakan keresek, "Teh keresekna Teh, wios 500 wae Teh", kurang lebih begitu yang dikatakan anak kecil penjual keresek itu. Segera saya keluarkan uang logam Rp. 500, dan anak itu pun berlalu. Saya lantas memasukan satu demi satu belanjaan yang sebelumnya sudah kami beli ke dalam satu keresek besar itu. Selepas membeli sawi putih, kol dan cabai rawit, saya dan nenek menyambangi penujual sayuran lainnya, kami membeli seikat kacang panjang dan membeli kemiri semuanya Rp. 3000 saja.

Proses belanja belum selesai, kami berdua melanjutkan langkah menuju pedagang pisang di dekat rel kereta api. Pisang adalah salah satu buah favorit saya dan keluarga. Pisang yang dijual di sini harganya dihitung per satu buah. Harga satu buah pisang Rp. 500, entah pisang yang dibeli nenek ada berapa banyak, yang jelas tadi nenek membayar pisang itu Rp. 8000. Setelah kami rasa cukup, maka kami pun memutuskan untuk pulang ke rumah, parktek dokter masih lama. Ketika saya dan nenek berjalan menuju tempat angkot, saya berpapasan lagi dengan anak penjual keresek itu. Kali ini ia berjalan bersama temannya, sepertinya mereka mau pulang. Saya baru sempat memperhatikan betapa lusuhnya ke dua anak itu. Wajah lelah menggurat dalam wajah polos mereka. Terenyuh benar hati saya melihat keduanya, saya teringat akan adik bungsu saya yang seusia denga mereka. Harusnya anak seusia mereka tidak berada di pasar, tapi idealnya mereka ada di bangku sekolah, dan tengah hari begitu seharusnya mereka ada di rumah, makan siang atau mengerjakan PR atau mungkin tidur siang atau bahkan bermain dengan teman-teman lainnya.

Sering kali kondisi di negara ini memang tidak adil. Ketika mereka, para koruptor semakin kaya dan tertawa lepas di atas penderitaan rakyat, mereka lupa bahwasanya ada banyak hak rakyat yang telah mereka rampas secara paksa. Mungkin secara logika keterhubungan antara koruptor dengan anak-anak penjual keresek itu nampak bias, tapi kalau kita coba renungkan dan coba kita resapi, andai saja mereka, para penjahat rakyat itu sadar, sesadar-sadarnya dengan hati nurani mereka, mereka akan melihat bahwa dalam harta yang mereka makan itu terdapat hak anak-anak penjual keresek yang tadi saya temui di pasar. Andai saja kebijakan-kebijakan mereka itu tidak melanggengkan jalan korupsi, mungkin dari kebijakan-kebijakan itu akan berbuah manis bagi anak-anak penjual keresek tadi. Memang kondisi anak-anak itu tidak sepenuhnya salah negara atau kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para wakil rakyat, toh di parlemen sana pun masih ada orang-orang yang memperjuangkan kebaikan meskipun mungkin mereka adalah golongan minoritas. Hanya saja sebagai sebuah negara yang berdaulat, hendaknya upaya untuk mensejahterakan rakyat, menciptakan kehidupan yang berkeadilan, itu bisa diawali dari gerbang negara beserta perangkat-perangkatnya.

Miris sekali. Cianjur memang kota kecil yang tak semegah Jakarta atau semewah Bandung atau sedahsyat Surabaya atau kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia. Tapi lihatlah kenyataan yang ada. Di kota kecil yang saya cintai ini, wajah-wajah korban ketidak adilan di negeri ini bertebaran di sana-sini. Ketidak adilan itu tidak memandang gender, tidak pula memandang usia, semuanya seolah-olah dipukul rata. Saya dapat membayangkan, betapa ruwetnya potret kehidupan di kota-kota besar yang ada di negeri ini. Wajah-wajah yang sama seperti yang saya temukan di Cianjur atau mungkin lebih mengerikan tumbuh semakin subur di kota-kota megapolitan yang dibangga-banggakan oleh segelintir orang saja.

Itu hanya sekelumit kecil potret suram dari negara dan kota di mana saya pun tumbuh dan hidup di dalamnya. Permasalahan di negeri ini memang seperti lingkaran setan yang saling silang dan berkaitan. Fenomena gunung es banyak dipertunjukkan, menghiasi negara kepulauan yang maha luas ini. Tapi ya, ini hanya pandangan subjektifitas saya saja. Tentu di luar sana ada lebih banyak orang-orang yang jauh lebih objektif (mungkin), jauh lebih berimbang dalam membangun perspektif akan bangsa dan negara kita, Indonesia.

Terbersit kembali salah satu mimpi saya yang masih tertunda. Sebuah sekolah untuk rakyat. Sekolah yang diperuntukkan bagi mereka, anak-anak yang putus sekolah. Sekolah yang dalam peta hidup saya, saya beri nama "Rumah Belajar Cerdas Ceria". Meski grand designnya masih mengambang, bahkan masih bisa dibilang itu baru ada dalam angan-angan saya, tapi ketika asa itu menyala dengan maha dahsyat, menjadi doa dan ikhtiar yang perlahan tapi pasti, saya yakin rumah belajar itu dapat terwujud. Kelak ketika rumah belajar itu ada, maka anak-anak penjual keresek itu harus ada di sana, menjadi bagian untuk dapat menikmati pendidikan dan keceriaan sebagaimana mestinya. Maka mereka, anak-anak yang tak seberuntung saya dan adik-adik saya, mereka harus ada di sana, dan kelak ketika rumah belajar itu terwujud, tidak mustahil bupati, gubernur, menteri, bahkan presiden atau paling tidak generasi muda yang cerdas, berakhlaqul karimah dan kreatif serta inovatif bisa terlahir dari rahim "Rumah Belajar Cerdas Ceria".

Allah, perkenankalah saya mewujudkan satu dari sekian banyak mimpi-mimpi saya...

"Rumah Belajar Cerdas Ceria", semoga engkau tak sekedar mimpi dan asa, tapi kelak berharaplah dalam doa dan ikhtiar bahwa engkau akan menjadi nyata...

"Rumah Belajar Cerdas Ceria', untuk Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan...

"Rumah Belajar Cerdas Ceria", mencerdaskan anak bangsa, mencerahkan untuk Indonesia  yang madani...

Amin ya Rabb...Insyaallah...

Sabtu, 29 September 2012

Remaja dan Dakwah


Siapa bilang dakwah hanya menjadi tugas para da'i atau da'iyah atau para ulama atau para ustadz
dan ustadzah?

Tentu saja tidak. Dakwah pada hakikatnya adalah tugas bagi kita semua, ummat manusia yang menghambakan dirinya kepada Allah. Ingatkah kita bahwasanya ketika dahulu, pada masa dimana manusia Allah ciptakan dengan segenap potensi yang dimilikinya, dari sekian banyak makhluk yang Allah ciptakan, maka manusia-lah yang dengan begitu berani mengambil amanah sebagai khalifah di muka bumi ini.

"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu adalah sangat dzalim dan sangat bodoh" (Qs. Al-Ahzab: 33)

Ya, itulah manusia. Akan tetapi Allah Maha Adil, apa yang menjadi kekurangan dari ummat manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, Allah sertakan anugerah potensi yang luar biasa, ialah potensi hati, akal dan jasad beserta potensi-potensi luar biasa lainnya, dan dengan potensi-potensi itulah sebenarnya dan seharusnya manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini dengan baik dan ideal.

"Kemudian Dia menyempurnakannya dengan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur" (Qs. As-Sajdah: 9)

Kembali kepada konteks dakwah. Sekali lagi ditegaskan bahwasanya dakwah adalah kewajiban setiap ummat manusia yang menghambakan dirinya kepada Allah. Sayanganya kesadaran akan kewajiban dakwah itu tidak dimiliki oleh setiap diri individu. Oleh karenanya kondisi inilah yang menempatkan dakwah seolah-olah menjadi tanggung jawab bagi mereka yang nampak Islami (da'i, ustadz, ulama, rohis, DKM dan sejenisnya), padahal tidak sama sekali. Dakwah adalah kebutuhan alam semesta dan seisinya, dakwah adalah kebutuhan primer bagi kita, manusia, dan dakwah tak sekedar kita pahami dengan ceramah di atas mimbar atau tausyiah, karena dakwah memiliki dimensi yang luas, dimensi yang lebih luas dari itu semua.

Memahami dakwah tentu harus diawali dengan niat dan azzam (tekad) yang menghujam, karena dakwah tidak bisa dipahami setengah-setengah, tidak juga bisa dibahasakan dengan sambil lalu. Dakwah itu hakikatnya tidak memberatkan sama sekali, berat atau tidaknya tergantung kepada kita yang membawa risalah itu.

Miris ketika kita melihat kenyataan hari ini, betapa ummat manusia bahkan mereka yang mengaku Islam seolah-olah sudah kehilangan essensi dirinya sebagai hamba Allah. Tak sedikit yang memilih untuk menghambakan dirinya kepada selain Allah, dan kondisi itu begitu dinikmati. Kini kita akan menyoroti peran dan kondisi pemuda hari ini, terutama mereka, para pemuda yang lahir dari rahim seorang muslimah. Tayangan di televisi akhir-akhir ini begitu banyak diwarani dengan berbagai aksi penyimpanga kaum remaja, dan berita yang tengah hangat dari kalangan pemuda atau remaja adalah kasus tawuran yang sampai menewaskan jiwa-jiwa yang tidak bersalah.

Pertanyaannya, ada apa dengan generasi muda bangsa ini?

Pihak yang paling disoroti dalam kasus tersebut tentu adalah pihak sekolah dan orang tua. Bagaimana tidak, dalam paradigma berpikir kita, sekolah sebagai lembaga pendidikan seharusnya dapat mendidik siswa-siswinya untuk cerdas tidak sekedar dalam tataran kognitif, akan tetapi sekolah dituntut juga untuk mencerdaskan siswa-siswinya hingga tataran psikomotorik dan afektif, itu jika kita melihat peran sekolah disandingkan dengan kebijakan pendidikan yang berlaku di negara ini. Tapi perlu diingat, bahwa peran itu hakikatnya tidak mutlak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak sekolah, peran keluarga, terutama peran orang tua tentu sangat penting, sehingga di sinilah kontroversi itu terjadi.

Siswa SMA tawuran, siapa yang bertanggung jawab?

Jawabannya tentu semua pihak bertanggung jawab, bahkan individu-individu pelaku tawuran pelajar pun ikut bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Sekolah dan keluarga, terutama orang tua adalah tokoh sentral dalam kasus ini. Tapi kita tidak akan menguraikan terlalu panjang lebar terkait hal itu, karena tentu hampir disetiap sesi pemberitaan di televisi, hal tersebut seringkali dibahas dan disinggung.

Kini kita akan melihat korelasi dakwah dengan contoh kasus di atas. Disadari atau tidak, mentalitas generasi muda bangsa ini adalah mentalitas yang kerdil dan kering. Mentalitas yang dipupuk dalam jiwa kaum muda Indonesia mayoritas adalah metalitas berbahasa otot, sehingga pemuda-pemudi kita lebih senang dan merasa puas ketika menyelesaikan masalah dengan bahasa otot, sangat sedikit kaum muda yang bisa diajak berpikir jernih, strategis dan visioner. Kaum muda kita tumbuh dengan emosi yang meledak-ledak, arogansi yang tinggi, prestise yang berlebihan dan itu semua tidak diimbangi dengan kesadaran akan siapa dirinya? Sebuah pertanyaan yang menanyakan hakikat dirinya sebagai manusia, dan di sinilah sebetulnya dakwah begitu urgen bagi mereka, kaum muda Indonesia.

Ketika pendekatan secara keilmuan (pendidikan formal) begitu sulit menembus dinding-dinding mentalitas yang kerdil itu, maka yang dapat menumbuh suburkannya adalah dakwah. Dakwah itu bukan ceramah, karena ceramah hanya salah satu dari metode dakwah. Dakwah yang dapat dihadirkan dalam lingkungan kaum muda Indonesia adalah pembinaan. Ya, andai hati kecil mereka dapat ditanya dan dapat menjawab, sebetulnya nampak betul betapa mereka merindukan kesejukan hati, ketentraman pikiran dan bersihnya tindakan. Pelajaran agama yang dibanderol 2 jam dalam sepekan di SMA dan cukup 2 SKS di universitas oleh kurikulum kita tidak akan cukup untuk menjawab kebutuhan mentalitas kaum muda itu.

Jati diri mereka yang belum dikenali dengan baik, jati diri yang masih sering diwarnai dengan ketidak stabilan membutuhkan upaya penanganan yang tidak bisa sekedar kita pasrahkan begitu saja kepada pihak sekolah atau cukup mendapat perhatian sekadarnya dari keluarga, tidak seperti itu. Harus kita akui pula bahwasanya pendidikan rohaniah atau dalam bahasa psikologi disebut mentalitas atau jiwa ini tidak selalu bisa dipenuhi oleh sekolah maupun pihak keluarga, sehingga dibutuhkan "tangan-tangan" terampil lainnya yang dapat membantu terpenuhinya kebutuhan itu, dan itulah "tangan" dakwah.

Dakwah secara konsep memang nampak abstrak, tapi bukan berarti dakwah tidak dapat dikonkritasikan. Dakwah dapat terlihat, misalnya saja dengan keteladanan yang baik (uswatun hasanah), dan pola ini pulalah yang menjadi salah satu pola yang digunakan oleh Rasulullah Saw dalam mensyi'arkan Islam di lingkungan Mekkah yang begitu jahiliyah di zamannya. Boleh diakui atau tidak, keteladan ini adalah salah satu hal yag kering dalam kehidupan kita di negara ini. Mengapa dikatakan demikian?

Sebagai contoh kita lihat di lingkungan sekolah, pewarisan "budaya" senioritas yang berlebihan bahkan keluar dari batas-batas yang wajar begitu marak terjadi. Bagaimana sosok senior dipandang dan ditempatkan sebagai sosok yang harus dihormati dan apapun bisa dia lakukan tanpa ada kata protes dari junior-juniornya, dan bukankah kondisi ini cenderung mewariskan sesuatu hal yang negatif? dan ini terjadi di lingkungan pendidikan, meski ya, tidak berlaku disemua lembaga pendidikan, tapi ini nyata dan ada di sekitar dunia pendidikan di negara kita, inilah PR lainnya yang belum selesai. Kondisi ini mau tidak mau, suka tidak suka akan membekas kuat dalam ingatan junior-junior yang ada di sekolah, misalnya perpeloncoan, cacian dan makian, sikap kasar, sikap asusila, dan lain-lain, itu yang akan semakin tumbuh subur dalam benak generasi muda Indonesia, dan tidak ada uswatun hasanah di sana.

Lalu kita lihat di rumah, sebagai contoh, berapa banyak anak yang bermasalah di rumahnya (broken home)? sangat banyak ternyata. Berapa banyak anak yang keluarganya baik-baik saja tapi ia kurang atau bahkan tidak diawasi perkembangannya? sangat banyak pula, dan kondisi inilah yang juga menyumbangkan kerdilnya mentalitas kaum muda Indonesia. Pertengkaran orang tua, hukuman fisik di rumah, kata-kata kasar dari teman, aktivitas-aktivitas atau kebiasaan-kebiasaan yang menyimpang di lingkungan sekitar tempat remaja itu tumbuh, bukankah itu yang kemudian akan menjadi warisan bagi perkembanngannya? adakah uswatun hasanah di sana? jawabannya lagi-lagi tidak.

Lantas, dimanakah teladan yang baik itu bisa kita temukan?

Keteladanan yang baik ada pada dakwah, dan bahasa dakwah itu adalah bahasa Islam, sedangkan bahasa Islam itu berarti bahasa keimanan dan ketaqwaan, dan Islam itulah yang akan mengantarkan kita pada kehidupan yang penuh kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan lahir dan batin, insyaallah. Islam rahmatanlilalamin, ajarkan dan jadikan Al-Qur'an dan Assunnah sebagai pedoman hidup yang utama.




Suka · · · Bagikan · Hapus

Sabtu, 01 September 2012

Tsiqoh Itu...

"Ketika kelak di tengah perjalanan dakwah anti menemukan kekecewaan, maka ingatlah dengan baik bahwasanya jama'ah ini adalah jama'ah manusia, bukan jama'ah malaikat yang senantiasa sempurna dan tidak pernah mengenal kata salah"

Itu ada satu dari sekian pesan yang pernah diucapkan oleh murobbiyah saya ketika pertama kali kaki ini menginjak dunia kampus, melanjutkan jenjang tarbawi. Mungkin tak hanya beliau, saya yakin hampir setiap murobbi maupun murobbiyah lainnya pernah mengatakan hal yang serupa kepada para mutarobbi dan mutarobbiyahnya. Dulu, beberapa tahun yang lalu ketika beliau mengucapkan hal tersebut, saya meresponnya dengan seksama, saya coba patrikan pesan beliau dalam hati nurani dan ingatan saya. Luar biasa, sampai detik ini pesan dari murobbiyah saya itu benar-benar sangat berkesan dan tak terlupakan.

Jama'ah adalah salah satu sarana dakwah yang Allah sediakan bagi setiap hamba-Nya untuk menggemakan Islam. Dakwah memang dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Tapi tentu ketika dakwah yang panjang ini dipikul sendiri, setiap titiannya dilalui sendiri akan terasa sangat lelah dan berat, sehingga di sinilah jama'ah itu berperan. Teringat sebuah pepatah lama yang menyebutkan, "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing", pepatah yang sederhana yang mengingatkan kita akan makna berbagi, bergotong-royong, bersama-sama dan seperti itulah sebuah jama'ah tumbuh dan bergerak.

Seiring berjalannya waktu, berbagai perbedaan semakin nampak bermunculan, perbedaan ide, gagasan, pemikiran bahkan hingga strategi dan teknis kerja di lapangan. Jika kita keliru dalam menyikapi perbedaan itu, tentu jawaban pasti yang kita peroleh adalah satu, kekecewaan. Bagaimana tidak, sebuah perbedaan kecil yang sangat sederhana sekalipun ketika dinilai tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan atau apa yang kita inginkan, maka yang kemudian muncul adalah ego dan emosi yang tak terkendali. Salah satu kunci penting dalam berjama'ah adalah tsiqoh. Tsiqoh jika kita maknai secara bahasa artinya adalah percaya, akan tetapi jika kita telaahi dengan lebih luas, tsiqoh ini tidak berhenti pada satu titik sikap percaya atau tidak berhenti pada tataran percaya yang tidak memberikan ruang untuk kita belajar memahami.

Tsiqoh atau percaya semestinya dibangun di atas pondasi keterbukaan, artian terbuka dalam hal memberikan peluang bagi para kader dalam sebuah jama'ah untuk tetap mengembangkan ide-idenya atau gagasan-gagasan maupun pemikiran-pemikiran strategis untuk mengembangkan gerak dakwah dari sebuah jama'ah. Tsiqoh pun harus pula memiliki pintu yang mempersilahkan kader-kader dalam sebuah jama'ah untuk belajar mengerti dan memahami akan konteks jama'ah bahkan jika perlu hingga ke tataran kebijakan yang diambil atau pun diberlakukan dalam sebuah jama'ah. Memang tidak setiap perkara atau kebijakan jama'ah dapat dan harus dijelaskan secara terbuka kepada kader-kader yang ada dalam jama'ah, akan tetapi pola transparansi dalam membangun kekokohan jama'ah adalah sebuah keniscayaan.

Tsiqoh bukan "alat" untuk menutup mulut kader, tsiqoh bukan pula cara efektif untuk "membunuh" ide cerdas dan kreatif dari diri para kader, justru tsiqoh adalah gerbang yang menentukan kokoh tidaknya sebuah jama'ah dakwah. Transparansi kebijakan dalam sebuah jama'ah tidak selalu harus dipaparkan dengan detail di hadapan para kadernya, kepahaman kader akan jama'ah dan segala sesuatu yang ada di dalamnya dapat berkembang tatkala kader itu tak hanya sekedar tahu dan melaksanakan, akan tetapi ia pun berhak bertanya, berpendapat bahkan mengkritik. Tidak sedikit pihak dalam sebuah jama'ah dakwah yang memberikan penegasan bahwasanya kita, para kader cukuplah bertanya dan tahu apa-apa yang menjadi hak kita, kita tidak usah berlelah-lelah diri menanyakan dan mencari tahu apa yang bukan menjadi hak kita.

Penegasan tersebut tentu membutuhkan suatu batasan yang jelas, karena seorang kader dalam sebuah jama'ah bisa saja ia mengajukan pertanyaan atau mengetahui sesuatu hal yang menurutnya memang itu harus ia tanyakan atau harus ia ketahui akan tetapi jama'ah melihat hal itu sebagai sebuah kekeliruan bahkan pelanggaran. Kondisi ini tidak bisa "dibunuh" begitu saja oleh jama'ah dengan alasan tidak pada tempatnya atau dengan alasan amniyah (rahasia). Keadaan yang demikian jika tidak diperbaiki perlahan-lahan akan merongrong kekokohan internal dan gerak jama'ah. Di sinilah posisi tsiqoh itu berperan penting, memang harus diakui bahwasanya banyak bertanya pun bukanlah hal yang baik, akan tetapi tidak boleh atau dibatasi untuk bertanya atau pun mengetahui sesuatu hal terlebih memberi saran atau kritik untuk struktural jama'ah dalam jama'ah itu juga sama tidak baiknya, sehingga tsiqoh adalah jawaban yang dapat menjadi jembatan bagi keduanya.

Bagaimana tsiqoh ini dapat berperan? Tsiqoh bukanlah "senjata" yang dapat digunakan untuk membuat kader tunduk tanpa tanya dan tanpa bicara. Tsiqoh membutuhkan keterampilan untuk dapat diterapkan dalam diri setiap kader dalam sebuah jama'ah dakwah. Sederhananya adalah berikan pemaparan ketika kader bertanya atau mengetahui sesuatu hal terkait kebijakan jama'ah yang sifatnya amniyah maupun tidak. Berikan kesempatan untuk kader berbicara, memberikan saran atau pun kritikan untuk jama'ahnya, karena bukankah jama'ah kita bukan jama'ah malaikat? Saran dan kritik pada dasarnya dapat menjadi gerbang pengokohan jama'ah jika saja direspon dengan baik, dan saran serta kritik pun dapat menjadi ancaman bagi kekokohan jama'ah ketika direspon dengan negatif. 

Seringkali muara akhir dari tsiqoh itu adalah kebijakan syuro, dan inilah yang tak jarang pada akhirnya "membunuh" kader itu sendiri, karena kebijakan syuro bukanlah kebijakan yang diambil secara pribadi, karena kebijakan syuro bukan pula kebijakan yang diambil secara sepihak, karena kebijakan syuro adalah kebijakan yang diambil oleh mereka yang memiliki kapasitas yang mumpuni. Itulah penjelasan yang pada akhirnya menutup rapat-rapat seorang kader dalam diam dan menempatkan ia untuk cukup bertanya kepada dirinya sendiri. Lalu apakah ketika seorang kader mempertanyakan syuro adalah sama denga tidak tsiqoh?. Pertanyaan essensial yang mungkin sulit untuk dijawab dan dijelaskan.

Kekecewaan kader terhadap jama'ah bisa jadi lahir bukan sekedar karena ego atau pun emosinya, bukan sekedar terjadi karena ia dinilai tidak tsiqoh, bukan pula perkara ini jama'ah manusia atau ini jama'ah malaikat, bukan sekedar terjadi karena perkara amanah dan agenda, akan tetapi kekecewaan itu justru bisa bermula dari tidak jelasnya konteks tsiqoh yang selama ini selalu ditanamkan dalam diri setiap kader, penanaman tsiqoh yang tidak memberikan ruang bagi kader untuk melakukan apapun, terlebih melakukan suatu perkara yang dinilai menyimpang dari aturan semestinya dalam jama'ah.

Ketika dikatakan bahwa ini bukanlah jama'ah malaikat yang selalu sempurna dan tak pernah salah, maka jawabannya kini adalah justru karena ini adalah jama'ah manusia, maka berikanlah sedikit ruang untuk manusia dalam jama'ah itu "bernafas" tidak dengan diam, justru karena ini jama'ah manusia maka izinkanlah kader-kader di dalamnya untuk tsiqoh pada hal yang semestinya, karena tsiqoh bukan satu-satunya ukuran taat dan bertanya, memberikan saran dan kritik atau pun tahu sesuatu hal yang dinilai amniyah dalam jama'ah bukan indikator ia tidak tsiqoh

Jadi, "desain" tsiqoh yang bagaimanakah yang dinilai ideal untuk mengokohkan jama'ah dakwah? PR besar yang harus kita jawab. 



Kamis, 09 Agustus 2012

Perempuan, Engkau Istimewa...

Begitulah...

Menjadi seorang perempuan itu adalah anugerah yang luar biasa indah
Anugerah yang tidak bisa dibayar oleh apapun
Dan menjadi seorang perempuan itu sungguh istimewa
Keistimewaan seorang perempuan adalah sesuatu hal yang tak dimiliki oleh makhluk Allah yang lainnya
Kelembutan hatinya melebihi apapun
Kasih sayangnya hampir tak mengenal batas

Maka bersyukurlah

Betapa kemuliaan itu sangat dekat dengan seorang perempuan
Kemuliaan yang semakin sempurna tatkala ia menjadi seorang istri
Kemuliaan yang hadir diantara detik-detik antara hidup dan mati sebagai seorang ibu
Keanggunannya bermain dengan cantik dalam keterjagaannya sebagai seorang muslimah
Budi pekertinya nan luhur sebagai seorang anak

Wahai engkau, kaum perempuan

Andai hatimu mendekat, merapatkan diri kepada Allah
Sungguh, betapa dekat jarak antara engkau dan surga
Harum jannah-Nya senantiasa tercium dalam setiap langkah-langkahmu meniti tangga-tangga kebaikan
Tetesan air matamu adalah doa yang senantiasa mengetuk pintu rahmat-Nya
Lemah yang bertambah-tambah selama sembilan bulan lamanya adalah senjata jihadmu
Engkaulah wahai kaum perempuan yang Allah tinggikan derajatnya, yang Allah abadikan namanya
Dia patrikan namamu dalam Al-Quran, tercatat dengan gamblang, An-Nisa

Maka tidakkah itu cukup bagimu?

Merugilah wahai engkau kaum perempuan 
Jika engkau tak tahu adab sebagai seorang muslimah
Enggan menutup aurat, jauh dari menunaikan kewajiban
Tak ada baktimu sebagai seorang anak
Jauh dari kata taat sebagai seorang istri
Dan tak pernah menyayangi layaknya seorang ibu 

Fitrahmu nyata
Allah menitipkan fitrah cinta dalam hatimu
Cinta yang luas, cinta yang tak terbatas, cinta yang mampu berbicara dalam berbagai kata
Cinta yang kadarnya tak sama dengan makhluk Allah lainnya

Fitrahmu indah
Allah menakdirkan fitrah kelembutan dalam jiwa
Kelembutan tak sekedar dalam berucap, kelembutan yang mewarnai setiap detail sikap
Kelembutan yang begitu melunakan hatimu, kelembutan yang tak pernah membiarkanmu dikungkung oleh rasa dendam dan amarah yang berkepanjangan

Fitrahmu luar biasa
Allah menjadikan fitrah kecantikan dalam dirimu
Kecantikan yang tak sekedar raga, kecantikan yang mengharuskanmu untuk menjaganya dengan baik
Kecantikan yang sebetulnya adalah perisai bagimu

Begitulah...

Wahai kaum perempuan
Betapa istimewanya engkau
Allah menjadikanmu teguh dalam cinta
Allah menjadikanmu tegar dalam kelembutan
Dan Allah menjadikanmu cerdas dalam kecantikan

Maka ingatlah dengan baik wahai kaum perempuan
Keistimewaan yang engkau miliki hari ini tak kau temui pada makhluk Allah yang lainnya
Maka jagalah anugerah keistimewaanmu itu dengan baik
Maka bersyukurlah

Jadikanlah fitrah cinta, kelembutan serta kecatikanmu sebagai jalan untuk engkau semakin merapatkan diri kepada RABB-mu...



Selasa, 07 Agustus 2012

Kekuatan Tarbiyah


Sebuah jama'ah idealnya hadir sebagai jama'ah yang produktif dalam membangun sendi-sendi peradaban. Produktifitas dari sebuah jama'ah salah satunya adalah ditopang oleh kekuatan tarbiyah dari setiap kader-kader yang ada dalam jama'ah tersebut. Ketika kondisi tarbiyah setiap kader dalam sebuah jama'ah melemah, maka gerak dari jama'ah itu pun akan ikut melemah pula, sehingga sebuah jama'ah membutuhkan proses tarbiyah mustamirah atau berkesinambungan. Tarbiyah yang berkesinambungan ini yang kemudian akan menjadi kekuatan dasar dalam sebuah jama’ah. Tarbiyah memberikan banyak peluang dan banyak celah untuk melahirkan banyak bidang maupun ide-ide “segar” dalam sebuah jama’ah harakiyah. Efek dari sebuah proses tarbiyah memang sangat luar biasa, sehingga proses tarbiyah ini harus mendapatkan porsi perhatian yang utama bagi setiap kader dalam jama’ah. Adapun tarbiyah dalam harakah terbagi menjadi dua sisi, yaitu:

1.    Talqiniyah, merupakan sebuah kegiatan dimana dalam kegiatan tersebut diangkat suatu permasalahan Islam yang dibahas dalam bentuk halaqah atau liqo tarbawi. Hal ini berdasarkan kepada Qs. Ali-Imran: 79 yang berbunyi,
“Akan tetapi hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.
Untuk dapat memahami ajaran Islam dibutuhkan sebuah pengkajian yang mendalam dan berkesinambungan, sehingga pemahaman terhadap ajaran Islam tidak menjadi sebuah pemahaman yang keliru atau pun tidak menjadi sebuah pemahaman yang setengah-setengah.

2.    Tajribiyah, merupakan sebuah upaya pembelajaran dengan menerima pengalaman langsung di medan dakwah. Allah berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah mengajarmu; dan Allah mengetahui segala sesuatu” (Qs. Al-Baqarah: 282). Ilmu yang terbaik adalah ilmu yang disertai dengan amal, sehingga ketika seorang kader dalam sebuah jama’ah melalui proses talqiniyah, maka idealnya ia pun dapat kemudia terlibat secara aktif mengamalkan berbagai bentuk kepahamannya atas apa yang ia peroleh dari talqiniyah itu, sehingga kapasitas kader menjadi luas, tak sekedar dalam tataran teori, akan tetapi kapasitasnya pun mampu merambah ke ranah teknis lapangan.

Tarbiyah bagi setiap kader dalam sebuah jama’ah adalah akar bagi pergerakan jama’ah itu sendiri, di sisi lainnya, tarbiyah pun menjadi inti  tercapainya keselamatan potensi harakah (salamtut thaqatil harakah). Ada tiga unsur yang semestinya ada dalam tarbiyah:

1.   Shalabatul qa’idah atau kekokohan basis. Kekokohan basis ini ditentukan oleh shalabatul aqidah (kekokohan aqidah), sehingga kekuatan pergerakan jama’ah senantiasa berkaitan erat dengan kekuatan aqidah, karena shalabatul aqidah merupakan sesuatu hal yang menjadi inti dalam proses tarbiyah dan tidak boleh putus dari setiap jama’ah, terlebih dari setiap individu kader dalam sebuah jama’ah. 

2.  Nuqthatul inthilaq atau titik tolak. Sebuah proses tarbiyah ditentukan oleh kejelasan fikrah. Tarbiyah harus meliputi pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
3. Kaifiyatul masiir atau metode berjalan. Proses tarbiyah hendaknya memiliki manhaj yang dapat dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam mendinamisasikan perjalanan dan perjuangan dakwah dengan senantiasa mengacu kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Ketiga unsur tarbiyah di atas tidak boleh sampai diabaikan atau hanya dipenuhi salah satunya saja, karena jika hal tersebut sampai demikian adanya, maka potensi pergerakan jama’ah tidak akan selamat. Merupakan sebuah tantangan besar untuk dapat mewujudkan semua unsur tarbiyah di atas. Sebuah proses yang panjang dan di sanalah sebetulnya kita akan belajar hakikat istiqomah dalam tarbiyah.

Sumber referensi:
Majalah Al-Intima edisi No.030, Sya’ban 1433H/Juli 2012…(Dengan tambahan dan perubahan)

Save Our Teenagers


“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al-Hujurat: 13)

Mayoritas orang di sekitar kita mungkin sependapat, memandang dunia remaja sebagai dunia yang penuh warna. Satu dunia dimana seorang anak manusia tumbuh meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa. Akan tetapi fase inilah yang sebetulnya merupakan fase yang rentan jika dibandingkan dengan masa dewasa terlebih masa kanak-kanak. Masa remaja menjadi fase yang rentan karena pada fase ini tingkat keingin tahuan seorang manusia jauh lebih tinggi jika dibadingkan dengan fase sebelumnya, yaitu fase kanak-kanak. Masa remaja sering kali diidentikan dengan masa yang penuh dengan gejolak jiwa, dalam artian berbagai hal apapun bentuknya pada masa remaja ini selalu menarik untuk dicoba atau bahkan dilakukan, dan terkadang hal inilah yang kemudian menjerumuskan banyak remaja kita hari ini terjerembab kepada hal-hal yang keliru.

Pada dasarnya rasa ingin tahu yang besar itu adalah hal positif, karena berawal dari rasa ingin tahu itulah seorang manusia akan mau mempelajari sesuatu hal. Akan tetapi permasalahannya hari ini, keingin tahuan dikalangan remaja kita sering kali tidak disertai dengan bekal ilmu dan pengetahuan serta pengawasan yang cukup baik dari orang tua, jika ia berada di lingkungan rumah, maupun dari jajaran pendidik jika remaja itu berada di sekolah. Meskipun memang tidak sedikit orang tua dan pihak sekolah yang begitu kooperatif dalam mengawasi dan mendampingi masa tumbuh kembang seorang remaja, tapi celah-celah kekeliruan dalam pergaulan remaja tetap saja tinggi. Memang jika kita melihat kenyataan dalam kehidupan sehari-hari dizaman ini sungguh miris sekali kehidupan terlebih pergaulan remaja di negara kita.

Pergaulan bebas yang mengedepannya prestise (rasa gengsi) yang tinggi adalah satu dari sekian pilihan “warna” pergaulan yang dipilih oleh sebagian besar remaja yang ada. Narkoba, seks bebas, pacaran, MBA (Married By Accident) hingga aborsi seolah-olah adalah hal lumrah yang dipandang santai oleh kalangan remaja. Serangan berbagai tayangan televisi, akses internet, media cetak dan banyak perkembangan teknologi lainnya membuat posisi perkembangan remaja di negara kita seolah-olah longgar dari tata aturan nilai-nilai keagamaan dan aturan hukum. Berbagai penyimpangan sikap dan prilaku serta karakter remaja di Indonesia menyebabkan mayoritas remaja kita kehilangan jati diri bahkan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang kerdil dalam lingkungan sosialnya.

Pergaulan bagi mayoritas kalangan remaja hari ini adalah dengan mengikuti trend yang booming dikalangan mayoritas masyarakat pada umumnya dengan tidak lagi mengidahkan kaidah-kaidah pergaulan yang semestinya mereka perhatikan dengan baik. Padahal tidak semua lingkungan pergaulan akan mendukung terhadap tumbuh kembang seorang remaja. Dalam Islam sudah tertera dengan jelas bagaimana seharusnya kita bersikap, bermasyarakat dan bergaul sebagai seorang manusia. Islam begitu jelas memberikan gambaran dan tata aturan untuk memastikan kita hidup, kita bergaul dalam batas-batas yang jelas, dalam batasan yang baik, bukan untuk mengekang akan tetapi untuk menjaga diri kita dan diri orang lain yang ada disekitar kita. 

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk” (Qs. Al-Isra: 32)

Jika kita berkaca kepada ayat Al-Qur’an di atas, nampak bahwa hendaknya manusia tidak mendekati zina. Zina di sini dapat dimaknai secara luas, karena zina sendiri pada dasarnya tidak hanya berupa zina secara badani atau jasadi, akan tetapi ada pula zina mata, zina hati dan zina pikiran. Ayat di atas adalah satu dari sekian banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dapat menjadi rambu-rambu bagi kita, khususnya bagi kalangan remaja dalam melalui masa-masa pertumbuhannya serta pergaulan kesehariannya. Sering kali keberadaan ayat ini sebagai bentuk peringatan dari Allah untuk manusia diabaikan begitu saja oleh sebagian besar dari diri kita, terlebih para remaja, sebagia besar dari mereka lebih menyukai berjalan-jalan tanpa tujuan yang jelas, pergi nonton, bermain internet atau banyak aktivitas sia-sia lainnya dari pada memilih untuk belajar ilmu agama. Lebih miris lagi ketika para remaja banyak yang meninggalkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Al-Qur’an seolah-olah hanya sekedar bacaan yang tak berarti apa-apa bagi mereka. Tidak sedikit buka remaja yang belum atau bahkan tidak bisa sama sekali membaca Al-Qur’an???

Dalam ayat Al-Qur’an lainnya Allah berfirman :
 
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (Qs. An-Nur: 30-31)

Jelas bukan, bagaimana seharusnya kita sebagai manusia, kita sebagai remaja membawa dan menjaga diri kita???. Pada dasarnya apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an ini adalah bentuk kasih sayang-Nya bagi kita, hamba-Nya. Kasih sayang Allah itu sungguh tidak memberatkan siapapun, diri kita saja yang sering kali memilih untuk enggan terlebih dahulu tanpa mencoba untuk belajar memahami dan mengaplikasikan apa yang sudah Allah tetapkan untuk kita. Maka dari itu untuk membangun generasi bangsa yang lebih baik, tentu harus dilakukan perbaikan pula dikalangan remaja, karena remaja memiliki energi yang luar biasa untuk melakukan sebuah perubahan besar dalam sebuah bangsa. Sinergisitas orang tua dengan lembaga pendidikan dapat menjadi salah satu solusi bagi terbentuknya remaja yang berkarakter dan cerdas dan tentu saja yang tak kalah penting adalah pendidika agama bagi anak-anak kita dimanapun itu, karena agama adalah pegangan yang paling kuat dibandingkan dengan apapun, sehingga janga memanjakan anak dengan harta atau uang, tapi dampingilah ia untuk mengenal agama dan mengenal dirinya dengan lebih baik.

Teringat pesan seorang cendekiawan Islam, seorang pejuang Islam Asy-Syahid Imam Hasan Al-Banna menyatakan bahwasanya, “Pemuda hari ini adalah pemimpin dimasa depan”. Maka dari itu, jika remaja-remaja kita hari ini dibiarkan bergaul dengan bebas tanpa aturan, dapat dibayangkan akan seperti apa keberlanjutan dari Indonesia hari ini, akan seperti apa keberlanjutan dari Islam ke depannya. Oleh karena itu, hendaklah kita menjaga anak-anak kita, berikanlah perhatian dan pendidikan yang terbaik, karena itu pun menjadi salah satu bentuk tanggungjawab orang tua kepada anaknya, kepada keluarganya 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Qs. At-Tahrim : 6).

Wallahualambishawab...


Kamis, 02 Agustus 2012

Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Kader


Kekuatan dalam sebuah harakah atau pergerakan salah satunya ada pada kapasitas kualitas serta kuantitas kader dari harakah tersebut. Ketiga hal tersebut menjadi sesuatu yang urgen bagi berkembangnya sebuah harakah, terlebih dalam harakah dakwah. Kasus di lapangan hari ini, sering kali menempatkan target kuantitas sebagai target utama yang harus dipenuhi. Sebetulnya memang mengejar target kuantitas bukanlah hal yang keliru, akan tetapi mengejar target ini tidak harus kemudian menjadi orientasi utama dari sebuah harakah. Kenapa? karena jika sebuah harakah terlalu menempatkan target kuantitas sebagai tujuan utama dari sebuah harakah, maka kecenderungan untuk membekali dan meningkatkan kapasitas kualitas dari kader-kader yang ada di dalamnya cenderung lemah atau bahkan kurang sama sekali. Kuantitas yang banyak memang adalah indikator kekuatan, akan tetapi bisa jadi orientasi yang terlalu berlebihan terhadap kuantitas ini justru akan menyibukan fokus tanzhim kepada "angka", sehingga celah-celah yang akan melemahkan harakah banyak bermunculan di sana-sini. 

Memang tawazun atau keseimbangan merupakan hal klasik yang sering kali sulit untuk terwujud. Sebuah harakah yang memiliki kapasitas kualitas kader yang matang dengan baik meskipun secara kuantitas bisa jadi sedikit akan jauh lebih kuat dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai bagian dari pembangunan peradaban. Daya imunitas kader dalam sebuah harakah yang dibangun dengan tingkat kematangan yang kuat, dengan sendirinya akan membuka celah peningkatan secara kuatitas. Hal ini terjadi sebagai dampak dari "matang" tak sekedar kuat secara tsaqafah, akan tetapi juga memiliki kepahaman dan kesadaran untuk kemudian berkerja secara amal jama'i dalam proses rekruitasi terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya menjadi hal penting yang juga ia perhitungkan dan ia kerjakan. Berbeda halnya dengan harakah yang lebih berorientasi kepada kuantitas. Jumlah kader yang banyak tentu membutuhkan kemampuan manajerial yang juga harus hebat, tapi bukan berarti jumlah kader sebuah harakah yang kuantitasnya lebih sedikit mengabaikan fungsi manajerial ini, akan tetapi memang tingginya kuantitas kader dalam sebuah harakah tentu menuntut qiyadah atau pun para pengambil kebijakan di dalamnya untuk berstrategi lebih dalam. Strategi yang tak sekedar berbicara dalam tataran gerakan di lapangan, akan tetapi juga strategi hebat yang akan mematangkan kader-kader yang ada di dalamnya.

Jika melihat fenomena di lapangan hari ini, umumnya hampir setiap harakah berorientasi kepada pemenuhan target angka yang dicanangkan oleh harakahnya tanpa kemudian menyiapkan satu bentuk grand design yang baik untuk mem-follow up ketercapaian target angka itu. Hanya sedikit sekali harakah yang sudah cukup seimbang dalam penyinergisan antara kuantitas dan kualitas, selebihnya? ya, entahlah. Sebagai penonton dari luar lapangan, kondisi yang terlihat memang begitu adanya. Akibatnya dengan orientasi pemenuhan tuntutan angka yang sudah menjadi keputusan syuro dari internal harakah, menyebabkan kader-kader teknis di lapangan kurang dibekali dengan kemampuan dan kesadaran untuk berinisiatif. Terlebih ketika capaian-capaian dari harakah tersebut sudah disertai dengan "job desk" yang sering kali dilabeli dengan label "keputusan syuro itu tidak bisa diganggu gugat lagi".

Akibatkan kader-kader yang kerdil dalam bertindak dan berpikir bermunculan, yang mengakibatkan daya imunitas mereka dan kemampuan untuk berinisiatif melemah bahkan hilang sama sekali. Di sinilah nampak betul betapa sebuah harakah itu memerlukan manajerial yang dalam dan baik, manajerial yang tak hanya mengejar capaian atau target angka untuk menjaring calon kader-kader baru, dan tak hanya memproyeksikan grand design untuk mem-follow up kader-kader baru itu saja, akan tetapi juga harakah itu hendaknya memperhatikan juga bagaimana mempertahankan kuantitas kader-kader "lama" dengan tetap mempersiapkan sebuah "manhaj" yang betul-betul semakin mematangkan kapasitas kualitas kader yang ada dalam harakahnya. Kondisi ini memang pada akhirnya menempatkan harakah berdiri lebih dari dua kaki, karena memang seperti itulah fungsi harakah dalam ikhtiarnya untuk mengambil peranan strategis bagi pembentukan peradaban yang paripurna dan madani bagi banyak pihak.

Kader-kader lapangan yang dikungkung oleh keputusan syuro yang seolah-olah ditempatkan selalu mutlak adanya, akan membangun sebuah mentalitas figuritas dan ketergantungan yang tak jarang justru semakin membuat kader-kader itu melemah. Seolah-olah ide-ide kreatif yang bermunculan dalam alam sadarnya tak berarti apapun ketika instruksi sudah mengatasnamakan syuro. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan syuro maupun kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya, akan tetapi kekurangmampuan dari beberapa qiyadah atau para pengambil kebijakan tanzhim harakah dalam memformalkan atau membahasakan kebijakan itu kepada kader lapangan (grass root) justru pada akhirnya menjadi sebuah batu sandungan bagi pengembangan kemampuan berinisiatif dan kreatifitas kader. Hal lainnya adalah ketika qiyadah kurang memberikan kesempatan bagi kader untuk menyampaikan terlebih merealisasikan ide-ide yang hadir dalam pikirannya, kondisi ini semakin menempatkan kader pada keadaan tsiqoh yang sebetulnya bisa jadi tidak memberikan mereka celah untuk memahami dan belajar akan diri dan harakah tempatnya bernaung. Akibatnya pola yang demikian menimbulkan banyak efek yang sering kali tidak terdeteksi oleh tanzhim dalam sebuah harakah. Dua diantaranya adalah, pola ini mengerdilkan kader, di sisi yang lain pola ini pun akan mendorong kader-kader lainnya untuk kemudian menelaahi kembali harakah dimana ia berada, dan biasanya kader yang ada di dalam kondisi ini kemudian seolah-olah ditempatkan sebagai "pemberontak" apakah dari pemikirannya terlebih dari tindak-tanduknya.

Keadaan seperti itu jelas membutuhkan penanganan yang tak bisa dilakoni sambil lalu. Itu adalah keadaan yang sering kali dialami oleh kader "lama" dan keadaan seperti itu memungkinkan penurunan kuantitas kader dalam harakah, bahkan bisa jadi kondisi yang tidak diperbaiki dengan serius ini akan berlaku sama persis terhadap kader baru yang mati-matian dijaring oleh harakah itu sendiri. Di sinilah satu dari sekian banyak titik evaluasi bagi sebuah tanzhim harakah. Manajerial kapasitas kualitas lagi-lagi menjadi perhatian penting, dan proses pencapaian konsistensi kualitas kuantitas ini tak cukup dengan menggantungkan pada sisi-sisi tarbawi saja, akan tetapi juga harus dipertajam dengan pendekatan pemahaman di lapangan, dalam hal ini dalam beramanah dakwah pada wajihah-wajihah maupun lini-lini dakwah lainnya. Pemposisian peranan qiyadah wal jundiyah menjadi aspek penting yang membutuhkan kadar ekstra. Pola komunikasi dan pembahasan terhadap berbagai kebijakan tanzhim bagi mereka, kader-kader di lapangan menjadi perkara penting, pun dalam kadar "demokratisasi" tanzhim, dimana qiyadah idealnya lebih banyak memberikan ruang untuk mendengarkan berbagai ide, kritikan dan lain sebagainya yang dikemukan oleh jundiyahnya di lapangan.

Permasalahan tanzhim harakah pada dasarnya adalah masalah klasik. Seputar masalah pemenuhan kuantitas, peningkatan kapasitas kualitas kader hingga masalah kebijakan syuro dan qiyadah wal jundiyah menjadi PR-PR masa lalu yang fenomenanya selalu terulang dalam setiap masa kepemimpinan. Jika PR-PR masa lalu ini selalu berulang fenomenanya dan lagi-lagi diselesaikan dengan pola penyelesaian yang sama, maka bersiap-siap saja hal itu akan menjadi "bom waktu" bagi stabilitas sebuah harakah dakwah, bahkan "bom waktu" itu akan siap meledak kapan saja, tak hanya menurunkan kapasitas kualitas kader atau pun menurunkan kuantitas kader lama dan kader baru, akan tetapi lebih dari itu, "bom waktu" itu akan memupus bersih cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang paripurna dan madani di masa sekarang terlebih di masa depan.

Wallahualambishawab...

Rabu, 18 Juli 2012

Aktifitas Belajar

Paul D. Dierich mengklasifikasikan aktifitas belajar menjadi delapan kelompok, yaitu :

Kegiatan-kegiatan visual, seperti membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
Kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi. 
Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan permainan suatu instrumen musik, mendengarkan siaran radion.
Kegiatan-kegiatan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes atau agket.
Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
Kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun. 
Kegiatan-kegiatan mental, seperti merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.
Kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut di atas, dan bersifat tumpang tindih (Burton, 1952: 436)

Ada tiga alternatif pendayagunaan asas aktivitas, yaitu :

Pelaksanaan aktivitas pembelajaran di kelas.
Pelaksanaan aktivitas pembelajaran sekolah masyarakat.
Pelaksanaan aktivitas pembelajaran dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa dan guru bertindak sebagai fasilitator dan      narasumber yang memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar.

Sumber: http://gratisbahankuliah.blogspot.com/2011/04/upaya-meningkatkan-aktivitas-dan.html) 



Selasa, 17 Juli 2012

Belajar Menjadi Pribadi Tangguh

Ada masa dimana kita tidak akan selalu ada di tempat yang sama. Hidup adalah sebuah siklus yang terus bergulir dan berproses. Ia mengikat setiap diri dalam masa-masa regenerasi. Di tempat yang nyaman ataupun di tempat yang berdinamika. Setiap sudut dari kehidupan kita hari ini akan mengajarkan banyak hal. Tentang kemampuan untuk bertahan, kemampuan untuk berjuang dan bahkan kemampuan untuk senantiasa bersabar. Siklus ini panjang dan memang tidak akan ada satu orangpun yang kemudian akan tahu kapan siklus kehidupan ini berakhir???. Semua sudah berjalan dalam garis yang ditentukan, tapi tentu ketentuan itu akan menjadi berbeda tatkala kita belajar menghiasinya dengan semangat ketulusan untuk senantiasa berjuang di jalan-NYA, ini sebuah essensi kehidupan yang membuat satu sama lain dari kita memandang berbeda akan keberadaan diri kita di bumi ini.

Siklus kehidupan yang panjang dengan banyaknya regenerasi ummat dan zaman, tentu akan kemudian menghadirka pula jutaan metamorfosa manusia, dan harus diakui, tak semua metamorfosa itu kemudian melahirkan sosok-sosok yang indah dengan ketangguhannya. Siklus pada akhirnya menyeret manusia kepada satu masa dimana ia akan tergantikan, sunnatullah, tak semuanya mampu untuk terus bertahan. Ketahanan kita akan semakin diuji, karena sebuah alur metamorfosa tak kemudian selesai sampai kepada lahirnya sosok yang tangguh, tapi metamorfosa itu akan terus bergulir hingga sosok-sosok yang terlahir itu kemudian memilih jalannya. Luar biasa memang, banyak yang menyerah ketika ia benar-benar membuka mata, melihat dengan nyata dan lebih dekat, betapa berdinamikannya sebuah alur kehidupan manusia.

Ketangguhan adalah hal yang harus manusia kreasikan dalam dirinya. Ia takkan hadir begitu saja tanpa sebuah ikhtiar, tanpa sebuah pembelajaran, karena ketangguhan adalah perisai kebertahanan dalam berdinamika. Menjadi pribadi tangguh adalah keniscayaan.Meskipun setiap individu bisa jadi berbeda dalam memaknai dan memahami arti tangguh itu sendiri. Akan tetapi tetap saja menjadi pribadi tangguh itu seolah-olah menjadi harus, karena tanpa ketangguhan siklus kehidupan dan metamorfosa seorang individu akan sulit untuk dijalani. Pun ketika kita menumbuhkan ketangguhan itu di dalam diri kita. Pribadi tangguh seolah menjadi konsep abstrak saja. Namun sesungguhnya ia bisa menjadi sesuatu yang nyata jika saja memang beriring berjalan dengan sebuah ikhtiar dalam bertahan.

Menjadi pribadi tangguh bukan hal mudah, tapi tidak kemudian menjadi hal yang sulit untuk diwujudkan. Semua dinamika hari ini adalah awal dari panjangnya proses metamorfosa untuk menjadi sosok seorang muslim yang ideal berbekal kekuatan iman, ketulusan ukhuwah dan kepribadian tangguh...Semoga menjadi bekal dakwah yang tak mengenal kata lelah, insyaAllah.

Pondasi Batu Bata : Sebuah Analogi Amal Jama'i

Ibarat sebuah tumpukan batu bata yang tersusun rapih satu sama lain, saling mengisi setiap celah kecil yang berlubang, hingga kemudian menjadi sebuah pondasi bangunan yang kokoh.

Sederhananya seperti itulah gambaran amalan jama'i. Setiap dari diri kita dituntut untuk kemudian dapat mengisi setiap lini yang belum terisi atau melengkapi setiap sisi dakwah yang membutuhkan kekuatan yang lebih. Dan setiap sisi-sisi yang terisi itu pada dasarnya saling berkaitan satu sama lain, tidak menjadi pondasi bangunan yang terpisah sendiri.

Dalam susunan batu bata itu tidak ada yang lebih rendah maupun yang lebih tinggi, karena setiap satu batu bata itu memiliki peran dan tugasnya masing-masing. Tidak akan kuat susunan batu bata itu jika ada satu bagian sisi yang kosong. Tumpukan atas tidak akan kuat tanpa pondasi batu bata yang ada di bawah. Pun tumpukan batu bata yang di bawah tidak akan berarti tanpa tumpukan batu bata yang ada di atasnya. Begitupun batu bata yang di sisi-sisi ataupun di tengah-tengah, takkan ada tanpa pondasi atas dan bawah.

Dan seperti itulah gambaran paling sederhana dari sebuah amal jama'i. Artinya, bukan posisi struktural yang kemudian kita cari dalam dakwah, akan tetapi bagaimana kita menempatkan diri untuk kemudian bisa memberikan kontribusi dalam dakwah ini, sekecil apapun itu, sekalipun tanpa posisi struktural.

Jangan lantas berbangga hati dengan posisi struktural yang kita miliki dalam amal jama'i ini, dan jangan pula bersedih hati jika kita tak miliki posisi struktural itu. Karena struktur hanya satu dari sekian banyak sarana dakwah.

Fokus seorang kader dakwah tidaklah terhenti pada orientasi struktural, akan tetapi fokusnya adalah ridho Allah dan tegaknya Islam dengan atau tanpa adanya posisi struktural itu.

Begitulah, batu bata itu tak pernah 'protes' ketika ditempatkan dimanapun, atas, tengah, samping atau bawah sekalipun. Bahkan tak pernah 'protes' ketika pun ditempatkan pada susunan pondasi yang lain atau tidak digunakan sama sekali. Batu bata yang kuat dan berkualitas, meskipun tak ditempatkan pada suatu pondasi bangunan mewah, tapi ia kemudian akan memberikan manfaat pada pondasi bangunan yang lainnya.