Be inspiring for today, tomorrow and for the future

Kamis, 02 Agustus 2012

Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Kader


Kekuatan dalam sebuah harakah atau pergerakan salah satunya ada pada kapasitas kualitas serta kuantitas kader dari harakah tersebut. Ketiga hal tersebut menjadi sesuatu yang urgen bagi berkembangnya sebuah harakah, terlebih dalam harakah dakwah. Kasus di lapangan hari ini, sering kali menempatkan target kuantitas sebagai target utama yang harus dipenuhi. Sebetulnya memang mengejar target kuantitas bukanlah hal yang keliru, akan tetapi mengejar target ini tidak harus kemudian menjadi orientasi utama dari sebuah harakah. Kenapa? karena jika sebuah harakah terlalu menempatkan target kuantitas sebagai tujuan utama dari sebuah harakah, maka kecenderungan untuk membekali dan meningkatkan kapasitas kualitas dari kader-kader yang ada di dalamnya cenderung lemah atau bahkan kurang sama sekali. Kuantitas yang banyak memang adalah indikator kekuatan, akan tetapi bisa jadi orientasi yang terlalu berlebihan terhadap kuantitas ini justru akan menyibukan fokus tanzhim kepada "angka", sehingga celah-celah yang akan melemahkan harakah banyak bermunculan di sana-sini. 

Memang tawazun atau keseimbangan merupakan hal klasik yang sering kali sulit untuk terwujud. Sebuah harakah yang memiliki kapasitas kualitas kader yang matang dengan baik meskipun secara kuantitas bisa jadi sedikit akan jauh lebih kuat dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai bagian dari pembangunan peradaban. Daya imunitas kader dalam sebuah harakah yang dibangun dengan tingkat kematangan yang kuat, dengan sendirinya akan membuka celah peningkatan secara kuatitas. Hal ini terjadi sebagai dampak dari "matang" tak sekedar kuat secara tsaqafah, akan tetapi juga memiliki kepahaman dan kesadaran untuk kemudian berkerja secara amal jama'i dalam proses rekruitasi terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya menjadi hal penting yang juga ia perhitungkan dan ia kerjakan. Berbeda halnya dengan harakah yang lebih berorientasi kepada kuantitas. Jumlah kader yang banyak tentu membutuhkan kemampuan manajerial yang juga harus hebat, tapi bukan berarti jumlah kader sebuah harakah yang kuantitasnya lebih sedikit mengabaikan fungsi manajerial ini, akan tetapi memang tingginya kuantitas kader dalam sebuah harakah tentu menuntut qiyadah atau pun para pengambil kebijakan di dalamnya untuk berstrategi lebih dalam. Strategi yang tak sekedar berbicara dalam tataran gerakan di lapangan, akan tetapi juga strategi hebat yang akan mematangkan kader-kader yang ada di dalamnya.

Jika melihat fenomena di lapangan hari ini, umumnya hampir setiap harakah berorientasi kepada pemenuhan target angka yang dicanangkan oleh harakahnya tanpa kemudian menyiapkan satu bentuk grand design yang baik untuk mem-follow up ketercapaian target angka itu. Hanya sedikit sekali harakah yang sudah cukup seimbang dalam penyinergisan antara kuantitas dan kualitas, selebihnya? ya, entahlah. Sebagai penonton dari luar lapangan, kondisi yang terlihat memang begitu adanya. Akibatnya dengan orientasi pemenuhan tuntutan angka yang sudah menjadi keputusan syuro dari internal harakah, menyebabkan kader-kader teknis di lapangan kurang dibekali dengan kemampuan dan kesadaran untuk berinisiatif. Terlebih ketika capaian-capaian dari harakah tersebut sudah disertai dengan "job desk" yang sering kali dilabeli dengan label "keputusan syuro itu tidak bisa diganggu gugat lagi".

Akibatkan kader-kader yang kerdil dalam bertindak dan berpikir bermunculan, yang mengakibatkan daya imunitas mereka dan kemampuan untuk berinisiatif melemah bahkan hilang sama sekali. Di sinilah nampak betul betapa sebuah harakah itu memerlukan manajerial yang dalam dan baik, manajerial yang tak hanya mengejar capaian atau target angka untuk menjaring calon kader-kader baru, dan tak hanya memproyeksikan grand design untuk mem-follow up kader-kader baru itu saja, akan tetapi juga harakah itu hendaknya memperhatikan juga bagaimana mempertahankan kuantitas kader-kader "lama" dengan tetap mempersiapkan sebuah "manhaj" yang betul-betul semakin mematangkan kapasitas kualitas kader yang ada dalam harakahnya. Kondisi ini memang pada akhirnya menempatkan harakah berdiri lebih dari dua kaki, karena memang seperti itulah fungsi harakah dalam ikhtiarnya untuk mengambil peranan strategis bagi pembentukan peradaban yang paripurna dan madani bagi banyak pihak.

Kader-kader lapangan yang dikungkung oleh keputusan syuro yang seolah-olah ditempatkan selalu mutlak adanya, akan membangun sebuah mentalitas figuritas dan ketergantungan yang tak jarang justru semakin membuat kader-kader itu melemah. Seolah-olah ide-ide kreatif yang bermunculan dalam alam sadarnya tak berarti apapun ketika instruksi sudah mengatasnamakan syuro. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan syuro maupun kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya, akan tetapi kekurangmampuan dari beberapa qiyadah atau para pengambil kebijakan tanzhim harakah dalam memformalkan atau membahasakan kebijakan itu kepada kader lapangan (grass root) justru pada akhirnya menjadi sebuah batu sandungan bagi pengembangan kemampuan berinisiatif dan kreatifitas kader. Hal lainnya adalah ketika qiyadah kurang memberikan kesempatan bagi kader untuk menyampaikan terlebih merealisasikan ide-ide yang hadir dalam pikirannya, kondisi ini semakin menempatkan kader pada keadaan tsiqoh yang sebetulnya bisa jadi tidak memberikan mereka celah untuk memahami dan belajar akan diri dan harakah tempatnya bernaung. Akibatnya pola yang demikian menimbulkan banyak efek yang sering kali tidak terdeteksi oleh tanzhim dalam sebuah harakah. Dua diantaranya adalah, pola ini mengerdilkan kader, di sisi yang lain pola ini pun akan mendorong kader-kader lainnya untuk kemudian menelaahi kembali harakah dimana ia berada, dan biasanya kader yang ada di dalam kondisi ini kemudian seolah-olah ditempatkan sebagai "pemberontak" apakah dari pemikirannya terlebih dari tindak-tanduknya.

Keadaan seperti itu jelas membutuhkan penanganan yang tak bisa dilakoni sambil lalu. Itu adalah keadaan yang sering kali dialami oleh kader "lama" dan keadaan seperti itu memungkinkan penurunan kuantitas kader dalam harakah, bahkan bisa jadi kondisi yang tidak diperbaiki dengan serius ini akan berlaku sama persis terhadap kader baru yang mati-matian dijaring oleh harakah itu sendiri. Di sinilah satu dari sekian banyak titik evaluasi bagi sebuah tanzhim harakah. Manajerial kapasitas kualitas lagi-lagi menjadi perhatian penting, dan proses pencapaian konsistensi kualitas kuantitas ini tak cukup dengan menggantungkan pada sisi-sisi tarbawi saja, akan tetapi juga harus dipertajam dengan pendekatan pemahaman di lapangan, dalam hal ini dalam beramanah dakwah pada wajihah-wajihah maupun lini-lini dakwah lainnya. Pemposisian peranan qiyadah wal jundiyah menjadi aspek penting yang membutuhkan kadar ekstra. Pola komunikasi dan pembahasan terhadap berbagai kebijakan tanzhim bagi mereka, kader-kader di lapangan menjadi perkara penting, pun dalam kadar "demokratisasi" tanzhim, dimana qiyadah idealnya lebih banyak memberikan ruang untuk mendengarkan berbagai ide, kritikan dan lain sebagainya yang dikemukan oleh jundiyahnya di lapangan.

Permasalahan tanzhim harakah pada dasarnya adalah masalah klasik. Seputar masalah pemenuhan kuantitas, peningkatan kapasitas kualitas kader hingga masalah kebijakan syuro dan qiyadah wal jundiyah menjadi PR-PR masa lalu yang fenomenanya selalu terulang dalam setiap masa kepemimpinan. Jika PR-PR masa lalu ini selalu berulang fenomenanya dan lagi-lagi diselesaikan dengan pola penyelesaian yang sama, maka bersiap-siap saja hal itu akan menjadi "bom waktu" bagi stabilitas sebuah harakah dakwah, bahkan "bom waktu" itu akan siap meledak kapan saja, tak hanya menurunkan kapasitas kualitas kader atau pun menurunkan kuantitas kader lama dan kader baru, akan tetapi lebih dari itu, "bom waktu" itu akan memupus bersih cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang paripurna dan madani di masa sekarang terlebih di masa depan.

Wallahualambishawab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar