Be inspiring for today, tomorrow and for the future

Kamis, 09 Agustus 2012

Perempuan, Engkau Istimewa...

Begitulah...

Menjadi seorang perempuan itu adalah anugerah yang luar biasa indah
Anugerah yang tidak bisa dibayar oleh apapun
Dan menjadi seorang perempuan itu sungguh istimewa
Keistimewaan seorang perempuan adalah sesuatu hal yang tak dimiliki oleh makhluk Allah yang lainnya
Kelembutan hatinya melebihi apapun
Kasih sayangnya hampir tak mengenal batas

Maka bersyukurlah

Betapa kemuliaan itu sangat dekat dengan seorang perempuan
Kemuliaan yang semakin sempurna tatkala ia menjadi seorang istri
Kemuliaan yang hadir diantara detik-detik antara hidup dan mati sebagai seorang ibu
Keanggunannya bermain dengan cantik dalam keterjagaannya sebagai seorang muslimah
Budi pekertinya nan luhur sebagai seorang anak

Wahai engkau, kaum perempuan

Andai hatimu mendekat, merapatkan diri kepada Allah
Sungguh, betapa dekat jarak antara engkau dan surga
Harum jannah-Nya senantiasa tercium dalam setiap langkah-langkahmu meniti tangga-tangga kebaikan
Tetesan air matamu adalah doa yang senantiasa mengetuk pintu rahmat-Nya
Lemah yang bertambah-tambah selama sembilan bulan lamanya adalah senjata jihadmu
Engkaulah wahai kaum perempuan yang Allah tinggikan derajatnya, yang Allah abadikan namanya
Dia patrikan namamu dalam Al-Quran, tercatat dengan gamblang, An-Nisa

Maka tidakkah itu cukup bagimu?

Merugilah wahai engkau kaum perempuan 
Jika engkau tak tahu adab sebagai seorang muslimah
Enggan menutup aurat, jauh dari menunaikan kewajiban
Tak ada baktimu sebagai seorang anak
Jauh dari kata taat sebagai seorang istri
Dan tak pernah menyayangi layaknya seorang ibu 

Fitrahmu nyata
Allah menitipkan fitrah cinta dalam hatimu
Cinta yang luas, cinta yang tak terbatas, cinta yang mampu berbicara dalam berbagai kata
Cinta yang kadarnya tak sama dengan makhluk Allah lainnya

Fitrahmu indah
Allah menakdirkan fitrah kelembutan dalam jiwa
Kelembutan tak sekedar dalam berucap, kelembutan yang mewarnai setiap detail sikap
Kelembutan yang begitu melunakan hatimu, kelembutan yang tak pernah membiarkanmu dikungkung oleh rasa dendam dan amarah yang berkepanjangan

Fitrahmu luar biasa
Allah menjadikan fitrah kecantikan dalam dirimu
Kecantikan yang tak sekedar raga, kecantikan yang mengharuskanmu untuk menjaganya dengan baik
Kecantikan yang sebetulnya adalah perisai bagimu

Begitulah...

Wahai kaum perempuan
Betapa istimewanya engkau
Allah menjadikanmu teguh dalam cinta
Allah menjadikanmu tegar dalam kelembutan
Dan Allah menjadikanmu cerdas dalam kecantikan

Maka ingatlah dengan baik wahai kaum perempuan
Keistimewaan yang engkau miliki hari ini tak kau temui pada makhluk Allah yang lainnya
Maka jagalah anugerah keistimewaanmu itu dengan baik
Maka bersyukurlah

Jadikanlah fitrah cinta, kelembutan serta kecatikanmu sebagai jalan untuk engkau semakin merapatkan diri kepada RABB-mu...



Selasa, 07 Agustus 2012

Kekuatan Tarbiyah


Sebuah jama'ah idealnya hadir sebagai jama'ah yang produktif dalam membangun sendi-sendi peradaban. Produktifitas dari sebuah jama'ah salah satunya adalah ditopang oleh kekuatan tarbiyah dari setiap kader-kader yang ada dalam jama'ah tersebut. Ketika kondisi tarbiyah setiap kader dalam sebuah jama'ah melemah, maka gerak dari jama'ah itu pun akan ikut melemah pula, sehingga sebuah jama'ah membutuhkan proses tarbiyah mustamirah atau berkesinambungan. Tarbiyah yang berkesinambungan ini yang kemudian akan menjadi kekuatan dasar dalam sebuah jama’ah. Tarbiyah memberikan banyak peluang dan banyak celah untuk melahirkan banyak bidang maupun ide-ide “segar” dalam sebuah jama’ah harakiyah. Efek dari sebuah proses tarbiyah memang sangat luar biasa, sehingga proses tarbiyah ini harus mendapatkan porsi perhatian yang utama bagi setiap kader dalam jama’ah. Adapun tarbiyah dalam harakah terbagi menjadi dua sisi, yaitu:

1.    Talqiniyah, merupakan sebuah kegiatan dimana dalam kegiatan tersebut diangkat suatu permasalahan Islam yang dibahas dalam bentuk halaqah atau liqo tarbawi. Hal ini berdasarkan kepada Qs. Ali-Imran: 79 yang berbunyi,
“Akan tetapi hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.
Untuk dapat memahami ajaran Islam dibutuhkan sebuah pengkajian yang mendalam dan berkesinambungan, sehingga pemahaman terhadap ajaran Islam tidak menjadi sebuah pemahaman yang keliru atau pun tidak menjadi sebuah pemahaman yang setengah-setengah.

2.    Tajribiyah, merupakan sebuah upaya pembelajaran dengan menerima pengalaman langsung di medan dakwah. Allah berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah mengajarmu; dan Allah mengetahui segala sesuatu” (Qs. Al-Baqarah: 282). Ilmu yang terbaik adalah ilmu yang disertai dengan amal, sehingga ketika seorang kader dalam sebuah jama’ah melalui proses talqiniyah, maka idealnya ia pun dapat kemudia terlibat secara aktif mengamalkan berbagai bentuk kepahamannya atas apa yang ia peroleh dari talqiniyah itu, sehingga kapasitas kader menjadi luas, tak sekedar dalam tataran teori, akan tetapi kapasitasnya pun mampu merambah ke ranah teknis lapangan.

Tarbiyah bagi setiap kader dalam sebuah jama’ah adalah akar bagi pergerakan jama’ah itu sendiri, di sisi lainnya, tarbiyah pun menjadi inti  tercapainya keselamatan potensi harakah (salamtut thaqatil harakah). Ada tiga unsur yang semestinya ada dalam tarbiyah:

1.   Shalabatul qa’idah atau kekokohan basis. Kekokohan basis ini ditentukan oleh shalabatul aqidah (kekokohan aqidah), sehingga kekuatan pergerakan jama’ah senantiasa berkaitan erat dengan kekuatan aqidah, karena shalabatul aqidah merupakan sesuatu hal yang menjadi inti dalam proses tarbiyah dan tidak boleh putus dari setiap jama’ah, terlebih dari setiap individu kader dalam sebuah jama’ah. 

2.  Nuqthatul inthilaq atau titik tolak. Sebuah proses tarbiyah ditentukan oleh kejelasan fikrah. Tarbiyah harus meliputi pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
3. Kaifiyatul masiir atau metode berjalan. Proses tarbiyah hendaknya memiliki manhaj yang dapat dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam mendinamisasikan perjalanan dan perjuangan dakwah dengan senantiasa mengacu kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Ketiga unsur tarbiyah di atas tidak boleh sampai diabaikan atau hanya dipenuhi salah satunya saja, karena jika hal tersebut sampai demikian adanya, maka potensi pergerakan jama’ah tidak akan selamat. Merupakan sebuah tantangan besar untuk dapat mewujudkan semua unsur tarbiyah di atas. Sebuah proses yang panjang dan di sanalah sebetulnya kita akan belajar hakikat istiqomah dalam tarbiyah.

Sumber referensi:
Majalah Al-Intima edisi No.030, Sya’ban 1433H/Juli 2012…(Dengan tambahan dan perubahan)

Save Our Teenagers


“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al-Hujurat: 13)

Mayoritas orang di sekitar kita mungkin sependapat, memandang dunia remaja sebagai dunia yang penuh warna. Satu dunia dimana seorang anak manusia tumbuh meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa. Akan tetapi fase inilah yang sebetulnya merupakan fase yang rentan jika dibandingkan dengan masa dewasa terlebih masa kanak-kanak. Masa remaja menjadi fase yang rentan karena pada fase ini tingkat keingin tahuan seorang manusia jauh lebih tinggi jika dibadingkan dengan fase sebelumnya, yaitu fase kanak-kanak. Masa remaja sering kali diidentikan dengan masa yang penuh dengan gejolak jiwa, dalam artian berbagai hal apapun bentuknya pada masa remaja ini selalu menarik untuk dicoba atau bahkan dilakukan, dan terkadang hal inilah yang kemudian menjerumuskan banyak remaja kita hari ini terjerembab kepada hal-hal yang keliru.

Pada dasarnya rasa ingin tahu yang besar itu adalah hal positif, karena berawal dari rasa ingin tahu itulah seorang manusia akan mau mempelajari sesuatu hal. Akan tetapi permasalahannya hari ini, keingin tahuan dikalangan remaja kita sering kali tidak disertai dengan bekal ilmu dan pengetahuan serta pengawasan yang cukup baik dari orang tua, jika ia berada di lingkungan rumah, maupun dari jajaran pendidik jika remaja itu berada di sekolah. Meskipun memang tidak sedikit orang tua dan pihak sekolah yang begitu kooperatif dalam mengawasi dan mendampingi masa tumbuh kembang seorang remaja, tapi celah-celah kekeliruan dalam pergaulan remaja tetap saja tinggi. Memang jika kita melihat kenyataan dalam kehidupan sehari-hari dizaman ini sungguh miris sekali kehidupan terlebih pergaulan remaja di negara kita.

Pergaulan bebas yang mengedepannya prestise (rasa gengsi) yang tinggi adalah satu dari sekian pilihan “warna” pergaulan yang dipilih oleh sebagian besar remaja yang ada. Narkoba, seks bebas, pacaran, MBA (Married By Accident) hingga aborsi seolah-olah adalah hal lumrah yang dipandang santai oleh kalangan remaja. Serangan berbagai tayangan televisi, akses internet, media cetak dan banyak perkembangan teknologi lainnya membuat posisi perkembangan remaja di negara kita seolah-olah longgar dari tata aturan nilai-nilai keagamaan dan aturan hukum. Berbagai penyimpangan sikap dan prilaku serta karakter remaja di Indonesia menyebabkan mayoritas remaja kita kehilangan jati diri bahkan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang kerdil dalam lingkungan sosialnya.

Pergaulan bagi mayoritas kalangan remaja hari ini adalah dengan mengikuti trend yang booming dikalangan mayoritas masyarakat pada umumnya dengan tidak lagi mengidahkan kaidah-kaidah pergaulan yang semestinya mereka perhatikan dengan baik. Padahal tidak semua lingkungan pergaulan akan mendukung terhadap tumbuh kembang seorang remaja. Dalam Islam sudah tertera dengan jelas bagaimana seharusnya kita bersikap, bermasyarakat dan bergaul sebagai seorang manusia. Islam begitu jelas memberikan gambaran dan tata aturan untuk memastikan kita hidup, kita bergaul dalam batas-batas yang jelas, dalam batasan yang baik, bukan untuk mengekang akan tetapi untuk menjaga diri kita dan diri orang lain yang ada disekitar kita. 

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk” (Qs. Al-Isra: 32)

Jika kita berkaca kepada ayat Al-Qur’an di atas, nampak bahwa hendaknya manusia tidak mendekati zina. Zina di sini dapat dimaknai secara luas, karena zina sendiri pada dasarnya tidak hanya berupa zina secara badani atau jasadi, akan tetapi ada pula zina mata, zina hati dan zina pikiran. Ayat di atas adalah satu dari sekian banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dapat menjadi rambu-rambu bagi kita, khususnya bagi kalangan remaja dalam melalui masa-masa pertumbuhannya serta pergaulan kesehariannya. Sering kali keberadaan ayat ini sebagai bentuk peringatan dari Allah untuk manusia diabaikan begitu saja oleh sebagian besar dari diri kita, terlebih para remaja, sebagia besar dari mereka lebih menyukai berjalan-jalan tanpa tujuan yang jelas, pergi nonton, bermain internet atau banyak aktivitas sia-sia lainnya dari pada memilih untuk belajar ilmu agama. Lebih miris lagi ketika para remaja banyak yang meninggalkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Al-Qur’an seolah-olah hanya sekedar bacaan yang tak berarti apa-apa bagi mereka. Tidak sedikit buka remaja yang belum atau bahkan tidak bisa sama sekali membaca Al-Qur’an???

Dalam ayat Al-Qur’an lainnya Allah berfirman :
 
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (Qs. An-Nur: 30-31)

Jelas bukan, bagaimana seharusnya kita sebagai manusia, kita sebagai remaja membawa dan menjaga diri kita???. Pada dasarnya apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an ini adalah bentuk kasih sayang-Nya bagi kita, hamba-Nya. Kasih sayang Allah itu sungguh tidak memberatkan siapapun, diri kita saja yang sering kali memilih untuk enggan terlebih dahulu tanpa mencoba untuk belajar memahami dan mengaplikasikan apa yang sudah Allah tetapkan untuk kita. Maka dari itu untuk membangun generasi bangsa yang lebih baik, tentu harus dilakukan perbaikan pula dikalangan remaja, karena remaja memiliki energi yang luar biasa untuk melakukan sebuah perubahan besar dalam sebuah bangsa. Sinergisitas orang tua dengan lembaga pendidikan dapat menjadi salah satu solusi bagi terbentuknya remaja yang berkarakter dan cerdas dan tentu saja yang tak kalah penting adalah pendidika agama bagi anak-anak kita dimanapun itu, karena agama adalah pegangan yang paling kuat dibandingkan dengan apapun, sehingga janga memanjakan anak dengan harta atau uang, tapi dampingilah ia untuk mengenal agama dan mengenal dirinya dengan lebih baik.

Teringat pesan seorang cendekiawan Islam, seorang pejuang Islam Asy-Syahid Imam Hasan Al-Banna menyatakan bahwasanya, “Pemuda hari ini adalah pemimpin dimasa depan”. Maka dari itu, jika remaja-remaja kita hari ini dibiarkan bergaul dengan bebas tanpa aturan, dapat dibayangkan akan seperti apa keberlanjutan dari Indonesia hari ini, akan seperti apa keberlanjutan dari Islam ke depannya. Oleh karena itu, hendaklah kita menjaga anak-anak kita, berikanlah perhatian dan pendidikan yang terbaik, karena itu pun menjadi salah satu bentuk tanggungjawab orang tua kepada anaknya, kepada keluarganya 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Qs. At-Tahrim : 6).

Wallahualambishawab...


Kamis, 02 Agustus 2012

Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Kader


Kekuatan dalam sebuah harakah atau pergerakan salah satunya ada pada kapasitas kualitas serta kuantitas kader dari harakah tersebut. Ketiga hal tersebut menjadi sesuatu yang urgen bagi berkembangnya sebuah harakah, terlebih dalam harakah dakwah. Kasus di lapangan hari ini, sering kali menempatkan target kuantitas sebagai target utama yang harus dipenuhi. Sebetulnya memang mengejar target kuantitas bukanlah hal yang keliru, akan tetapi mengejar target ini tidak harus kemudian menjadi orientasi utama dari sebuah harakah. Kenapa? karena jika sebuah harakah terlalu menempatkan target kuantitas sebagai tujuan utama dari sebuah harakah, maka kecenderungan untuk membekali dan meningkatkan kapasitas kualitas dari kader-kader yang ada di dalamnya cenderung lemah atau bahkan kurang sama sekali. Kuantitas yang banyak memang adalah indikator kekuatan, akan tetapi bisa jadi orientasi yang terlalu berlebihan terhadap kuantitas ini justru akan menyibukan fokus tanzhim kepada "angka", sehingga celah-celah yang akan melemahkan harakah banyak bermunculan di sana-sini. 

Memang tawazun atau keseimbangan merupakan hal klasik yang sering kali sulit untuk terwujud. Sebuah harakah yang memiliki kapasitas kualitas kader yang matang dengan baik meskipun secara kuantitas bisa jadi sedikit akan jauh lebih kuat dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai bagian dari pembangunan peradaban. Daya imunitas kader dalam sebuah harakah yang dibangun dengan tingkat kematangan yang kuat, dengan sendirinya akan membuka celah peningkatan secara kuatitas. Hal ini terjadi sebagai dampak dari "matang" tak sekedar kuat secara tsaqafah, akan tetapi juga memiliki kepahaman dan kesadaran untuk kemudian berkerja secara amal jama'i dalam proses rekruitasi terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya menjadi hal penting yang juga ia perhitungkan dan ia kerjakan. Berbeda halnya dengan harakah yang lebih berorientasi kepada kuantitas. Jumlah kader yang banyak tentu membutuhkan kemampuan manajerial yang juga harus hebat, tapi bukan berarti jumlah kader sebuah harakah yang kuantitasnya lebih sedikit mengabaikan fungsi manajerial ini, akan tetapi memang tingginya kuantitas kader dalam sebuah harakah tentu menuntut qiyadah atau pun para pengambil kebijakan di dalamnya untuk berstrategi lebih dalam. Strategi yang tak sekedar berbicara dalam tataran gerakan di lapangan, akan tetapi juga strategi hebat yang akan mematangkan kader-kader yang ada di dalamnya.

Jika melihat fenomena di lapangan hari ini, umumnya hampir setiap harakah berorientasi kepada pemenuhan target angka yang dicanangkan oleh harakahnya tanpa kemudian menyiapkan satu bentuk grand design yang baik untuk mem-follow up ketercapaian target angka itu. Hanya sedikit sekali harakah yang sudah cukup seimbang dalam penyinergisan antara kuantitas dan kualitas, selebihnya? ya, entahlah. Sebagai penonton dari luar lapangan, kondisi yang terlihat memang begitu adanya. Akibatnya dengan orientasi pemenuhan tuntutan angka yang sudah menjadi keputusan syuro dari internal harakah, menyebabkan kader-kader teknis di lapangan kurang dibekali dengan kemampuan dan kesadaran untuk berinisiatif. Terlebih ketika capaian-capaian dari harakah tersebut sudah disertai dengan "job desk" yang sering kali dilabeli dengan label "keputusan syuro itu tidak bisa diganggu gugat lagi".

Akibatkan kader-kader yang kerdil dalam bertindak dan berpikir bermunculan, yang mengakibatkan daya imunitas mereka dan kemampuan untuk berinisiatif melemah bahkan hilang sama sekali. Di sinilah nampak betul betapa sebuah harakah itu memerlukan manajerial yang dalam dan baik, manajerial yang tak hanya mengejar capaian atau target angka untuk menjaring calon kader-kader baru, dan tak hanya memproyeksikan grand design untuk mem-follow up kader-kader baru itu saja, akan tetapi juga harakah itu hendaknya memperhatikan juga bagaimana mempertahankan kuantitas kader-kader "lama" dengan tetap mempersiapkan sebuah "manhaj" yang betul-betul semakin mematangkan kapasitas kualitas kader yang ada dalam harakahnya. Kondisi ini memang pada akhirnya menempatkan harakah berdiri lebih dari dua kaki, karena memang seperti itulah fungsi harakah dalam ikhtiarnya untuk mengambil peranan strategis bagi pembentukan peradaban yang paripurna dan madani bagi banyak pihak.

Kader-kader lapangan yang dikungkung oleh keputusan syuro yang seolah-olah ditempatkan selalu mutlak adanya, akan membangun sebuah mentalitas figuritas dan ketergantungan yang tak jarang justru semakin membuat kader-kader itu melemah. Seolah-olah ide-ide kreatif yang bermunculan dalam alam sadarnya tak berarti apapun ketika instruksi sudah mengatasnamakan syuro. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan syuro maupun kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya, akan tetapi kekurangmampuan dari beberapa qiyadah atau para pengambil kebijakan tanzhim harakah dalam memformalkan atau membahasakan kebijakan itu kepada kader lapangan (grass root) justru pada akhirnya menjadi sebuah batu sandungan bagi pengembangan kemampuan berinisiatif dan kreatifitas kader. Hal lainnya adalah ketika qiyadah kurang memberikan kesempatan bagi kader untuk menyampaikan terlebih merealisasikan ide-ide yang hadir dalam pikirannya, kondisi ini semakin menempatkan kader pada keadaan tsiqoh yang sebetulnya bisa jadi tidak memberikan mereka celah untuk memahami dan belajar akan diri dan harakah tempatnya bernaung. Akibatnya pola yang demikian menimbulkan banyak efek yang sering kali tidak terdeteksi oleh tanzhim dalam sebuah harakah. Dua diantaranya adalah, pola ini mengerdilkan kader, di sisi yang lain pola ini pun akan mendorong kader-kader lainnya untuk kemudian menelaahi kembali harakah dimana ia berada, dan biasanya kader yang ada di dalam kondisi ini kemudian seolah-olah ditempatkan sebagai "pemberontak" apakah dari pemikirannya terlebih dari tindak-tanduknya.

Keadaan seperti itu jelas membutuhkan penanganan yang tak bisa dilakoni sambil lalu. Itu adalah keadaan yang sering kali dialami oleh kader "lama" dan keadaan seperti itu memungkinkan penurunan kuantitas kader dalam harakah, bahkan bisa jadi kondisi yang tidak diperbaiki dengan serius ini akan berlaku sama persis terhadap kader baru yang mati-matian dijaring oleh harakah itu sendiri. Di sinilah satu dari sekian banyak titik evaluasi bagi sebuah tanzhim harakah. Manajerial kapasitas kualitas lagi-lagi menjadi perhatian penting, dan proses pencapaian konsistensi kualitas kuantitas ini tak cukup dengan menggantungkan pada sisi-sisi tarbawi saja, akan tetapi juga harus dipertajam dengan pendekatan pemahaman di lapangan, dalam hal ini dalam beramanah dakwah pada wajihah-wajihah maupun lini-lini dakwah lainnya. Pemposisian peranan qiyadah wal jundiyah menjadi aspek penting yang membutuhkan kadar ekstra. Pola komunikasi dan pembahasan terhadap berbagai kebijakan tanzhim bagi mereka, kader-kader di lapangan menjadi perkara penting, pun dalam kadar "demokratisasi" tanzhim, dimana qiyadah idealnya lebih banyak memberikan ruang untuk mendengarkan berbagai ide, kritikan dan lain sebagainya yang dikemukan oleh jundiyahnya di lapangan.

Permasalahan tanzhim harakah pada dasarnya adalah masalah klasik. Seputar masalah pemenuhan kuantitas, peningkatan kapasitas kualitas kader hingga masalah kebijakan syuro dan qiyadah wal jundiyah menjadi PR-PR masa lalu yang fenomenanya selalu terulang dalam setiap masa kepemimpinan. Jika PR-PR masa lalu ini selalu berulang fenomenanya dan lagi-lagi diselesaikan dengan pola penyelesaian yang sama, maka bersiap-siap saja hal itu akan menjadi "bom waktu" bagi stabilitas sebuah harakah dakwah, bahkan "bom waktu" itu akan siap meledak kapan saja, tak hanya menurunkan kapasitas kualitas kader atau pun menurunkan kuantitas kader lama dan kader baru, akan tetapi lebih dari itu, "bom waktu" itu akan memupus bersih cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang paripurna dan madani di masa sekarang terlebih di masa depan.

Wallahualambishawab...