Be inspiring for today, tomorrow and for the future

Rabu, 28 November 2012

Spongebob dan Freemason

Siapa yang tidak tahu dengan film kartun?

Tentu diantara kita ada banyak orang yang tahu tentang film kartun dan bahkan tidak sedikit juga diantara kita yang menyukai genre film tersebut, termasuk saya salah satunya. Genre film yang satu ini memiliki banyak judul dan tentu tema cerita yang berbeda satu sama lain. Ada yang menceritakan tentang perjuangan, petualangan, horor, detektif, dan banyak lagi. Kita tentu memiliki alasan masing-masing kenapa kita menyukai genre film tersebut.

Nah, hari ini film kartu yang sedang "in" , mmm...maksudnya yang sedang naik daun dan banyak disukai  oleh berbagai kalangan, terutama dikalangan anak-anak adalah film Spongebob. Film kartun ini jam terbangnya tinggi, dari semenjak pagi tiba, sampai dengan nanti menjelang matahari terbenam, film kartun yang satu ini mendominasi tayangan disalah satu stasiun televisi swasta. Padahal sadarkah kita bahwa ternyata jika kita perhatikan dengan seksama, fiml Spongebob tidak memberikan nilai edukasi sama sekali. Justru dalam film ini banyak disajikan lambang-lambang dari Freemason dan Iluminati. Freemason dan Iluminati adalah perpanjangan tangan dari Dajjal. Ya, kedua kelompok ini adalah kelompok yang berbahaya, yang memiliki misi untuk membentuk "The New World Order" atau "Tatanan Duni Baru" dimana kelompok mereka yang akan berkuasa dan menghadirkan Dajjal sebagai pimpinan tertinggi dalam "Tatanan Dunia Baru" itu.

Coba perhatikan gambar berikut ini:
Ini adalah salah satu gambar Spongebob yang "mengkampanyekan" lambang dari tanduk Satan (Baphomet) yang merupakan salah satu "tuhan" yang disembah oleh kaum Freemason.








Inilah gambar Baphomet yang berada dalam lingkaran Pentagram. Pentagram sendiri merupakan salah satu media untuk memuja Baphomet (satanis).







Mungkin selintas kita tidak memperhatikan dengan seksama. Akan tetapi lipatan tangan Spongebob di atas adalah lambang dari dua tanduk Baphomet atau disebut juga sebagai lambang dari dua tanduk Satan. Lambang-lambang seperti ini bahkan lebih banyak daripada itu bertebaran dalam cuplikan film Spongebob yang selama ini dengan bebas kita tonton dan disaksikan oleh anak-anak atau adik-adik bahkan oleh diri kita sedniri. Bahkan secara tidak sadar, sering kali sebagian dari kita pun memperagakan penggunaan lipatan tangan  seperti yang dilakukan oleh Spongebob di atas. 

Selanjutnya, perhatikan lagi gambar berikut ini:
Gambar di samping adalah salah satu adegan dalam film Spongebob. Pada adegan tersebut, jika kita menyaksikan film Spongebob dalam Bahasa Inggris, maka kita akan mendengar bahwa pada saat itu Patrick dan Spongebob mengucapkan, "By the order of the All-Seeing Eye". Ucapan tersebut dikatakan oleh Patrick dan Spongebob tatkala mereka akan menobatkan Squidward untuk menjadi pemimpin dalam kelompok rahasia yang anggotanya adalah saudara baik, bahkan posisi pimpinan ini lebih tinggi daripada posisi sebagai raja atau presiden. Lalu "kelompok rahasia" itu apa? dan siapa "saudara baik" yang dimaksud oleh Patrick dan Spongebob?.
Perhatikan gambar selanjutnya:
"Kelompok rahasia" yang dimaksud oleh Patrick dan Spongebob adalah Freemason dan "Saudara baik" itu adalah anggota-anggota Freemason yang memang satu sama lain diantara mereka selalu menampatkan diri sebagai saudara, bahkan dalam setiap aktivitas mereka, sebutan Bro (dari kata Brotherhood) adalah sebutan yang "wajib" mereka ucapkan sebagai bentuk persaudaraannya dengan sesama anggota Freemason, dan lagi, hari ini tidak sedikit dari kita yang juga mengikuti jejak mereka, menyapa atau menyebut orang lain dengan sebutan Bro.

Jika kita mau sedikit lebih cermat dalam menyaksikan tayangan film Spongebob ini, tentu kita akan menemukan lebih banyak lagi "kampanye" lambang-lambang Freemason dan Iluminati, dari mulai piramida, mata satu, hingga perkumpulan "rahasia" iu sendiri. Nicklodeon sebagai pihak yang memiliki lesensi resmi untuk menayangkan film ini pun dimiliki oleh seorang Yahudi, silahkan cek http://secretofilluminati.blogspot.com/2012/04/illuminati-di-kartun-spongebob.html

Selain film Spongebob, lambang-lambang dan pemikiran-pemikiran Freemason serta Iluminti pun dapat kita temukan dalam banyak film kartun lainnya, diantaranya adalah film Avatar The Legend of Aang, Yu-Gi-Oh, Simpson's Family, Barney & Friends dan banyak lagi. Jika sudah seperti ini, maka kita harus semakin selektif dalam menonton sebuah tayangan televisi, terlebih untuk anak-anak atau adik-adik kita di rumah, karena tanpa sadar tayangan-tayangan itu akan "memprogram" otak dan pola pikir kita untuk berpikir sama dengan yang diinginkan oleh Freemason, Sihir Sigil, begitu mereka menyebutnya, selengkapnya silahkan cek http://votreesprit.wordpress.com/2012/06/04/sihir-sigil-dan-media/

Kehadiran Freemason dan Iluminati yang semakin terang-terangan hendaknya menjadi pengingat untuk kita akan kedatangan Dajjal. Sosok yang dianggap sebagai "tuhan" tertinggi bagi kaum Freemason dan Iluminati. Dajjal inilah yang akan semakin menyesatkan ummat manusia, memunculkan banyak kemungkaran dan itu semua kini tengah diawali dan gerbang kemunculan Dajjal pun tengah dibuka oleh mereka, kaum Freemason dan Iluminati melalui berbagai cara dan media, dan media massa dengan berbagai tayangan program di dalamnya adalah salah satu sarana yang mereka gunakan untuk membangkitkan Dajjal. Kelak Dajjal akan datang kepada ummat manusia dan mengaku sebagai tuhan. Lalu Dajjal itu seperti apa? berikut penjelasan dalam sebuah hadits shahih:

Rasulullah Saw bersabda, "Setiap Nabi sebelum aku telah memberitakan kepada kaumnya perihal kedatangan Dajjal. Akan tetapi ada hal yang tidak disampaikan oleh para Nabi sebelumku tentang Dajjal. Dajjal itu bermata satu dan sesungguhnya Allah tidak-lah bermata satu" (HR. Muslim).

Semoga bermanfaat.

Jumat, 23 November 2012

Buat Aku Jatuh Cinta...

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada ketaatan
Taat dengan kecintaan kepada-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada ketaqwaan
Taqwa dengan ketundukan hanya pada-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada Rasul-Mu
Rasul yang Engkau kirimkan bersama kemuliaan dari-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada Al-Qur'an
Al-Qur'an yang Engkau tetapkan sebagai pedoman hidup manusia

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada Islam
Islam yang Engkau jamin sebagai agama yang Engkau ridhoi dan membawa rahmat bagi semesta alam

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada ke dua orang tuaku
Orang tua yang dengan tulus dan sabar merawat dan membesarkanku

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta kepada adik dan sanak saudara
Adik dan sanak saudara yang saling mencintai karena-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada hati yang tunduk 
Tunduk pada segenap syari'at-Mu

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada sosok yang Engkau halal-kan untukku
Halal tak sekedar muhrim, namun halal oleh ikatan pernikahan

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta pada segala sesuatu
Cinta kepada apa yang membuat-Mu semakin mencintaiku

Rabb...
Buat aku jatuh cinta
Cinta dengan cara-Mu, cinta sesuai ketetapan-Mu

 
 

Kamis, 22 November 2012

Sekedar Catatan Kecil: Nostalgia Semasa SMA

Siang ini di sekolah, almamater saya semasa SMA...

Tanpa direncanakan, Allah menakdirkan saya bercakap-cakap dengan beberapa orang guru yang dulu mengajar di kelas saya, dan satu diantaranya adalah guru yang belum pernah mengajar di kelas, dimana saya adalah siswa di kelas tersebut. Beliau adalah salah satu guru Bahasa Inggris yang ada di almamater saya itu. Percakapan diawali dengan, "Hei, are you Arinda?", dan saya menjawab, "Yes, sir".

Percakapan berlangsung dengan Bahasa Inggris, dan sesekali saja saya menjawab dengan Bahasa Inggris juga, sisanya, saya keukeuh menjawab dengan Bahasa Indonesia. Bukan tidak bisa menjawab dengan Bahasa Inggris, tapi kondisi percakapan tadi mepet dengan jam saya menemui guru Sejarah yang menjadi mitra saya dalam penelitian skripsi di sekolah itu....#fakta atau ngeles neh :)

Tapi jujur, perbincangan singkat yang tadi berlangsung pada akhirnya memberikan kesan yang mendalam di hati saya. Eits...jangan berpikir aneh dulu, maksudnya kesan yang justru menjadi cambuk untuk saya melatih dan mengembangkan kembali skill berbahasa Inggris yang sempat begitu lama saya abaikan hanya karena sebuah pengalaman buruk semasa kelas 2 SMA. Guru Bahasa Inggris itu pun bertanya banyak hal, terutama menanyakan, "Kenapa kamu tidak mengambil jurusan Bahasa Inggris di UPI? Padahal kemampuan berbahasa Inggris kamu bagus. Apa kamu suka sejarah?", begitu kata beliau, dan saya tentu tidak mungkin menjawab, "Takdir Pak". Ya meskipun memang apa yang kita jalani hari ini adalah bagian dari ketetapan Allah, tapi tentu butuh jawaban yang cerdas agar dapat dimengerti oleh orang lain.

Tadi saya jawab dengan tersenyum dan, "Ya kalau dibilang suka, lumayan suka pak. Sejarah itu mengajak saya untuk mengetahui seisi dunia dari berbagai alur garis waktu tanpa saya harus lelah berkeliling dunia untuk mengetahui hal yang banyak itu". Jawaban standar yang saya sendiri mengakui memang jawaban itu belum cukup cerdas, tapi juga bukan jawaban yang konyol dan asal. Setidaknya saya jujur mengatakan itu, jujur dari hati yang terdalam, halah :)

Begitulah, kalau dirincikan pasti agak panjang percakapannya, yang jelas intinya saya sangat berterimakasih dengan beliau. Meski selama saya SMA dulu tidak pernah belajar langsung dengan beliau, tapi tetap ada banyak pelajaran yang saya dapat. Ketika saya tanya, "Dulu semasa saya sekolah di sini, bapak tidak pernah mengajar di kelas saya. Tapi kok bapak sepertinya tahu saya?". Beliau tersenyum dan mengatakan, "Yes, I never lesson at your class. But I know you. I know your English skill is good. I saw you when you participated at story telling competition". Saya tersenyum, mengingat masa-masa itu, jadi ingat banyak hal. Ingat Miss Nina juga, guru Bahasa Inggris di kelas 3 yang membuat saya bangkit dan percaya diri kembali setelah sempat krisis percaya diri akibat kesalah pahaman dalam pelajaran Bahasa Inggris semasa kelas 2.

Terbayang kembali ingatan semasa "Bulan Bahasa" di sekolah. Mendapat pengahargaan sebagai juara I untuk lomba "Story Telling" dan juara II untuk lomba "Making The Poem". Wah....jadi malu (Eits..bukan pamer ya, sekedar nostalgia saja :))

Lagi, lagi dan lagi saya hanya tersenyum mendengar pernyataan dari guru Bahasa Inggris saya itu. Lalu saya bilang, "Thank you sir. Saya akan mengasah kembali skill berbahasa Inggris saya meskipun saya tidak kuliah di jurusan Bahasa Inggris". "Yes. Sayang jika potensi kamu dibiarkan", begitu ucap beliau sambil tersenyum. Saya hanya mengangguk dan berpamitan kepada beliau untuk menemui guru Sejarah di ruang BK. Saya berjalan dengan penuh semangat yang menggelora dalam dada, "Saya pasti bisa mengasah dan mengembangkan kecintaan saya kepada bahasa, pak", hati berbisik.

Perbincangan dengan guru Matematika, guru TIK dan wali kelas semasa kelas 2 dahulu semuanya benar-benar kesan untuk hari ini. Ditambah dengan kesempatan mengajar di kelas XI IPS 3 yang juga dahulu menjadi kelas saya, wah menyenangkan dan kembali membuka memori saya semasa SMA. Sepulang dari sekolah, Allah mempertemukan saya dengan guru Sosiologi di kelas 3. Beliau memang sudah tidak mengajar di almamater saya, tapi bagaimana pun juga, beliau adalah bagian dari keberhasilan saya meraih mimpi hingga hari ini. Memori di kelas XII IPS 5 kembali membayang-bayangi langkah saya menuju tempat pangkalan angkot 02A, angkot yang menuju ke arah rumah tercinta.

"Rabb...Terimakasih, Engkau tak pernah membiarkan hari-hariku berlalu sia-sia tanpa kesan. Terimakasihku untuk guru-guru semasa SMA. Meski asa menjadi guru masih sering kembang-kempis, tapi kini ia bergelora dengan hebatnya. Menggerakkan diri untuk bisa merealisasikannya. Allah, ridhoi aku untuk menjadi pahlawan itu. Pahlawan yang berperang dengan ilmu, pahlawan yang tak sekedar mengajar, tapi lebih dari itu, mendidik. Guru dan murobbiyah sukses juga berkah, amin".

 

Minggu, 11 November 2012

Cari dan Temukan Buku yang Kamu Mau, Di Sini...!!!

Membaca, siapa sih yang gak suka baca???

Pasti banyak ya :)

Membaca pada dasarnya bukanlah sekedar hobi, karena membaca hakikatnya adalah kebutuhan. Membaca adalah jendela dunia, ya itulah pribahasa yang sering kali saya dengar tentang membaca. Tapi kalau saya pikirkan dengan seksama, memang benar adanya bahwa membaca adalah jendela dunia. Saya bahkan menambahkan lanjutan dari pribahasa itu, ya ini mah sekedar pendapat subjektif saya saja bahwasanya membaca adalah jendela dunia sama artinya bahwa membaca memberikan kita peluang yang luas untuk kita mengetahui dan melihat isi dunia tanpa kita harus beranjak dari tempat duduk ketika kita memang belum cukup mampu untuk mengeksplorasi seisi dunia ini.

Nah, oleh karena itu, buku adalah salah satu jembatan untuk kita dapat menjelajah dunia dan seisinya. Meski tidak dalam semua hal, tapi tidak ada salahnya kan kita belajar dan menambah wawasan dengan membaca. Apalagi di zaman modern seperti sekarang ini, kebutuhan akan buku atau informasi sangat penting, makanya sekarang banyak banget tuh berbagai fasilitas yang mempermudah kita untuk memperoleh berbagai jenis buku yang kita butuhkan. Bukunya bisa untuk sekedar dibaca dalam mengisi waktu luang, atau bisa juga buku itu kita pakai sebagai bahan referensi dalam mengerjakan tugas sekolah, skripsi, tesis, disertasi de el el deh, pokoknya mah sesuai dengan kebutuhan kita.

So, kalau sudah begitu, sebetulnya tidak ada lagi alasan untuk kita tidak suka membaca buku atau tidak mau sama sekali bersentuhan dengan buku. Yuk kembangkan wawasan dan keilmuan kita dengan membaca, kalau masih tetap gak suka juga, coba deh paksakan, karena buku adalah salah satu kebutuhan primer manusia. Hari gini gak suka baca, gak gaul :)

Cari dan temukan buku yang sesuai dengan yang kamu mau, di sini...!!!


Senin, 22 Oktober 2012

Pasar, Anak Penjual Keresek dan Rumah Belajar Cerdas Ceria

Siang ini sepulang penelitian dari sekolah, dalam panasnya udara Cianjur, saya bergegas menuju perpustakaan daerah. Rencananya saya ke sana untuk mengembalikan buku sekaligus meminjam lagi buku lainnya untuk sumber skripsi saya, tapi sayangnya buku yang dicari tak kunjung ditemukan. Ketika mendekati adzan dzuhur berkumandang, saya tinggalkan perpustakaan daerah, berjalan kaki menuju arah pulang di mana angkot 02A sudah banyak menunggu penumpang di sana. Tapi yang ingin saya tuliskan sebetulnya bukan tentang itu. Begitulah kalau "penyakit bertele-telenya" saya kumat, tapi tak apalah, yang penting fakta ya.

Setibanya di rumah saya bersegera sholat dzuhur, kemudian beristirahat sejenak. Ada sebuah pesan singkat yang saya terima dari ibu. Siang ini saya mendapat tugas untuk mengantar nenek ke dokter. Sudah sekitar 3 hari terakhir ini nenek sakit. Awalnya flu, tapi kemudian berlanjut menjadi batuk yang menurut saya cukup parah. Semalam pun keadaan nenek sangat tidak baik, saya hanya bisa memberikan obat semampu saya untuk sementara waktu meringankan sakitnya nenek sebelum hari ini ke dokter.

Hari memang masih terlalu siang untuk pergi ke dokter. Akhirnya karena praktek dokter baru buka nanti sore, nenek mengajak saya berbelanja ke pasar. Kata nenek hari ini beliau belum memasak lauk untuk makan siang karena warung tempat nenek biasa berbelanja lauk pauk hari ini tidak belanja, jadi tidak ada lauk pauk yang bisa dibeli di sana, dengan senang hati saya menemani nenek, karena memang sudah lama juga saya tidak masuk ke pasar tradisional di sini. Maklum saja saya sangat jarang pulang selama saya kuliah, dan begitu pulang, baru kali ini saya memiliki kesempatan untuk berbelanja ke pasar. Menyenangkan, ternyata sekarang pasarnya hadir dengan "wajah baru" meski tak benar-benar baru, tapi saya suka. Membantu mensejahterakan petani dan pedagang lokal dengan berbelanja di pasar tradisional.

Udara siang ini memang cukup panas, maklum saja di Cianjur hampir setiap hari hujan. Pagi-pagi cerah, menjelang siang langit agak mendung dan petangnya hujan turun deras hampir semalaman, dan efeknya? suhu udara menjadi tidak menentu. Tapi meskipun begitu, saya tetap suka, sangat suka. Hujan itu benar-benar rahmat, menyejukkan suasana dan yang pasti air di sumur bertambah banyak, bunga-bunga di halaman rumah pun tumbuh dengan begitu segarnya, apalagi mawar putih, bunga kesayangan saya itu semakin cantik dan bersih. Indah memang.

Kembali ke cerita belanja ke pasar tradisional ya. Pasar terdekat dari rumah dan dari tempat praktek dokter adalah Pasar Bojong Meron dan Pasar Induk. Berhubung diantara kedua pasar itu yang paling dekat dengan tempat praktek dokter adalah Pasar Bojong Meron, akhirnya saya dan nenek pun memutuskan untuk pergi ke sana. Kami memulai aktivitas berbelanja dengan membeli 1/2 kg telur ayam dengan harga Rp. 8000, dilanjutkan dengan membeli 1/4 kg ikan teri daging seharga Rp. 9000, lalu entah berapa kilogram sawi putih (sayuran favorit saya) dan kol serta cabai rawit total ketiganya Rp. 7000. Ketika kami tengah membayar sawi putih, kol dan cabai rawit, tiba-tiba datang seorang anak. Kalau saya perhatikan dari wajah dan postur tubuhnya, anak itu berusia sekitar 8 tahunan. Ia menjajakan keresek, "Teh keresekna Teh, wios 500 wae Teh", kurang lebih begitu yang dikatakan anak kecil penjual keresek itu. Segera saya keluarkan uang logam Rp. 500, dan anak itu pun berlalu. Saya lantas memasukan satu demi satu belanjaan yang sebelumnya sudah kami beli ke dalam satu keresek besar itu. Selepas membeli sawi putih, kol dan cabai rawit, saya dan nenek menyambangi penujual sayuran lainnya, kami membeli seikat kacang panjang dan membeli kemiri semuanya Rp. 3000 saja.

Proses belanja belum selesai, kami berdua melanjutkan langkah menuju pedagang pisang di dekat rel kereta api. Pisang adalah salah satu buah favorit saya dan keluarga. Pisang yang dijual di sini harganya dihitung per satu buah. Harga satu buah pisang Rp. 500, entah pisang yang dibeli nenek ada berapa banyak, yang jelas tadi nenek membayar pisang itu Rp. 8000. Setelah kami rasa cukup, maka kami pun memutuskan untuk pulang ke rumah, parktek dokter masih lama. Ketika saya dan nenek berjalan menuju tempat angkot, saya berpapasan lagi dengan anak penjual keresek itu. Kali ini ia berjalan bersama temannya, sepertinya mereka mau pulang. Saya baru sempat memperhatikan betapa lusuhnya ke dua anak itu. Wajah lelah menggurat dalam wajah polos mereka. Terenyuh benar hati saya melihat keduanya, saya teringat akan adik bungsu saya yang seusia denga mereka. Harusnya anak seusia mereka tidak berada di pasar, tapi idealnya mereka ada di bangku sekolah, dan tengah hari begitu seharusnya mereka ada di rumah, makan siang atau mengerjakan PR atau mungkin tidur siang atau bahkan bermain dengan teman-teman lainnya.

Sering kali kondisi di negara ini memang tidak adil. Ketika mereka, para koruptor semakin kaya dan tertawa lepas di atas penderitaan rakyat, mereka lupa bahwasanya ada banyak hak rakyat yang telah mereka rampas secara paksa. Mungkin secara logika keterhubungan antara koruptor dengan anak-anak penjual keresek itu nampak bias, tapi kalau kita coba renungkan dan coba kita resapi, andai saja mereka, para penjahat rakyat itu sadar, sesadar-sadarnya dengan hati nurani mereka, mereka akan melihat bahwa dalam harta yang mereka makan itu terdapat hak anak-anak penjual keresek yang tadi saya temui di pasar. Andai saja kebijakan-kebijakan mereka itu tidak melanggengkan jalan korupsi, mungkin dari kebijakan-kebijakan itu akan berbuah manis bagi anak-anak penjual keresek tadi. Memang kondisi anak-anak itu tidak sepenuhnya salah negara atau kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para wakil rakyat, toh di parlemen sana pun masih ada orang-orang yang memperjuangkan kebaikan meskipun mungkin mereka adalah golongan minoritas. Hanya saja sebagai sebuah negara yang berdaulat, hendaknya upaya untuk mensejahterakan rakyat, menciptakan kehidupan yang berkeadilan, itu bisa diawali dari gerbang negara beserta perangkat-perangkatnya.

Miris sekali. Cianjur memang kota kecil yang tak semegah Jakarta atau semewah Bandung atau sedahsyat Surabaya atau kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia. Tapi lihatlah kenyataan yang ada. Di kota kecil yang saya cintai ini, wajah-wajah korban ketidak adilan di negeri ini bertebaran di sana-sini. Ketidak adilan itu tidak memandang gender, tidak pula memandang usia, semuanya seolah-olah dipukul rata. Saya dapat membayangkan, betapa ruwetnya potret kehidupan di kota-kota besar yang ada di negeri ini. Wajah-wajah yang sama seperti yang saya temukan di Cianjur atau mungkin lebih mengerikan tumbuh semakin subur di kota-kota megapolitan yang dibangga-banggakan oleh segelintir orang saja.

Itu hanya sekelumit kecil potret suram dari negara dan kota di mana saya pun tumbuh dan hidup di dalamnya. Permasalahan di negeri ini memang seperti lingkaran setan yang saling silang dan berkaitan. Fenomena gunung es banyak dipertunjukkan, menghiasi negara kepulauan yang maha luas ini. Tapi ya, ini hanya pandangan subjektifitas saya saja. Tentu di luar sana ada lebih banyak orang-orang yang jauh lebih objektif (mungkin), jauh lebih berimbang dalam membangun perspektif akan bangsa dan negara kita, Indonesia.

Terbersit kembali salah satu mimpi saya yang masih tertunda. Sebuah sekolah untuk rakyat. Sekolah yang diperuntukkan bagi mereka, anak-anak yang putus sekolah. Sekolah yang dalam peta hidup saya, saya beri nama "Rumah Belajar Cerdas Ceria". Meski grand designnya masih mengambang, bahkan masih bisa dibilang itu baru ada dalam angan-angan saya, tapi ketika asa itu menyala dengan maha dahsyat, menjadi doa dan ikhtiar yang perlahan tapi pasti, saya yakin rumah belajar itu dapat terwujud. Kelak ketika rumah belajar itu ada, maka anak-anak penjual keresek itu harus ada di sana, menjadi bagian untuk dapat menikmati pendidikan dan keceriaan sebagaimana mestinya. Maka mereka, anak-anak yang tak seberuntung saya dan adik-adik saya, mereka harus ada di sana, dan kelak ketika rumah belajar itu terwujud, tidak mustahil bupati, gubernur, menteri, bahkan presiden atau paling tidak generasi muda yang cerdas, berakhlaqul karimah dan kreatif serta inovatif bisa terlahir dari rahim "Rumah Belajar Cerdas Ceria".

Allah, perkenankalah saya mewujudkan satu dari sekian banyak mimpi-mimpi saya...

"Rumah Belajar Cerdas Ceria", semoga engkau tak sekedar mimpi dan asa, tapi kelak berharaplah dalam doa dan ikhtiar bahwa engkau akan menjadi nyata...

"Rumah Belajar Cerdas Ceria', untuk Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan...

"Rumah Belajar Cerdas Ceria", mencerdaskan anak bangsa, mencerahkan untuk Indonesia  yang madani...

Amin ya Rabb...Insyaallah...

Sabtu, 29 September 2012

Remaja dan Dakwah


Siapa bilang dakwah hanya menjadi tugas para da'i atau da'iyah atau para ulama atau para ustadz
dan ustadzah?

Tentu saja tidak. Dakwah pada hakikatnya adalah tugas bagi kita semua, ummat manusia yang menghambakan dirinya kepada Allah. Ingatkah kita bahwasanya ketika dahulu, pada masa dimana manusia Allah ciptakan dengan segenap potensi yang dimilikinya, dari sekian banyak makhluk yang Allah ciptakan, maka manusia-lah yang dengan begitu berani mengambil amanah sebagai khalifah di muka bumi ini.

"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu adalah sangat dzalim dan sangat bodoh" (Qs. Al-Ahzab: 33)

Ya, itulah manusia. Akan tetapi Allah Maha Adil, apa yang menjadi kekurangan dari ummat manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, Allah sertakan anugerah potensi yang luar biasa, ialah potensi hati, akal dan jasad beserta potensi-potensi luar biasa lainnya, dan dengan potensi-potensi itulah sebenarnya dan seharusnya manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini dengan baik dan ideal.

"Kemudian Dia menyempurnakannya dengan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur" (Qs. As-Sajdah: 9)

Kembali kepada konteks dakwah. Sekali lagi ditegaskan bahwasanya dakwah adalah kewajiban setiap ummat manusia yang menghambakan dirinya kepada Allah. Sayanganya kesadaran akan kewajiban dakwah itu tidak dimiliki oleh setiap diri individu. Oleh karenanya kondisi inilah yang menempatkan dakwah seolah-olah menjadi tanggung jawab bagi mereka yang nampak Islami (da'i, ustadz, ulama, rohis, DKM dan sejenisnya), padahal tidak sama sekali. Dakwah adalah kebutuhan alam semesta dan seisinya, dakwah adalah kebutuhan primer bagi kita, manusia, dan dakwah tak sekedar kita pahami dengan ceramah di atas mimbar atau tausyiah, karena dakwah memiliki dimensi yang luas, dimensi yang lebih luas dari itu semua.

Memahami dakwah tentu harus diawali dengan niat dan azzam (tekad) yang menghujam, karena dakwah tidak bisa dipahami setengah-setengah, tidak juga bisa dibahasakan dengan sambil lalu. Dakwah itu hakikatnya tidak memberatkan sama sekali, berat atau tidaknya tergantung kepada kita yang membawa risalah itu.

Miris ketika kita melihat kenyataan hari ini, betapa ummat manusia bahkan mereka yang mengaku Islam seolah-olah sudah kehilangan essensi dirinya sebagai hamba Allah. Tak sedikit yang memilih untuk menghambakan dirinya kepada selain Allah, dan kondisi itu begitu dinikmati. Kini kita akan menyoroti peran dan kondisi pemuda hari ini, terutama mereka, para pemuda yang lahir dari rahim seorang muslimah. Tayangan di televisi akhir-akhir ini begitu banyak diwarani dengan berbagai aksi penyimpanga kaum remaja, dan berita yang tengah hangat dari kalangan pemuda atau remaja adalah kasus tawuran yang sampai menewaskan jiwa-jiwa yang tidak bersalah.

Pertanyaannya, ada apa dengan generasi muda bangsa ini?

Pihak yang paling disoroti dalam kasus tersebut tentu adalah pihak sekolah dan orang tua. Bagaimana tidak, dalam paradigma berpikir kita, sekolah sebagai lembaga pendidikan seharusnya dapat mendidik siswa-siswinya untuk cerdas tidak sekedar dalam tataran kognitif, akan tetapi sekolah dituntut juga untuk mencerdaskan siswa-siswinya hingga tataran psikomotorik dan afektif, itu jika kita melihat peran sekolah disandingkan dengan kebijakan pendidikan yang berlaku di negara ini. Tapi perlu diingat, bahwa peran itu hakikatnya tidak mutlak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak sekolah, peran keluarga, terutama peran orang tua tentu sangat penting, sehingga di sinilah kontroversi itu terjadi.

Siswa SMA tawuran, siapa yang bertanggung jawab?

Jawabannya tentu semua pihak bertanggung jawab, bahkan individu-individu pelaku tawuran pelajar pun ikut bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Sekolah dan keluarga, terutama orang tua adalah tokoh sentral dalam kasus ini. Tapi kita tidak akan menguraikan terlalu panjang lebar terkait hal itu, karena tentu hampir disetiap sesi pemberitaan di televisi, hal tersebut seringkali dibahas dan disinggung.

Kini kita akan melihat korelasi dakwah dengan contoh kasus di atas. Disadari atau tidak, mentalitas generasi muda bangsa ini adalah mentalitas yang kerdil dan kering. Mentalitas yang dipupuk dalam jiwa kaum muda Indonesia mayoritas adalah metalitas berbahasa otot, sehingga pemuda-pemudi kita lebih senang dan merasa puas ketika menyelesaikan masalah dengan bahasa otot, sangat sedikit kaum muda yang bisa diajak berpikir jernih, strategis dan visioner. Kaum muda kita tumbuh dengan emosi yang meledak-ledak, arogansi yang tinggi, prestise yang berlebihan dan itu semua tidak diimbangi dengan kesadaran akan siapa dirinya? Sebuah pertanyaan yang menanyakan hakikat dirinya sebagai manusia, dan di sinilah sebetulnya dakwah begitu urgen bagi mereka, kaum muda Indonesia.

Ketika pendekatan secara keilmuan (pendidikan formal) begitu sulit menembus dinding-dinding mentalitas yang kerdil itu, maka yang dapat menumbuh suburkannya adalah dakwah. Dakwah itu bukan ceramah, karena ceramah hanya salah satu dari metode dakwah. Dakwah yang dapat dihadirkan dalam lingkungan kaum muda Indonesia adalah pembinaan. Ya, andai hati kecil mereka dapat ditanya dan dapat menjawab, sebetulnya nampak betul betapa mereka merindukan kesejukan hati, ketentraman pikiran dan bersihnya tindakan. Pelajaran agama yang dibanderol 2 jam dalam sepekan di SMA dan cukup 2 SKS di universitas oleh kurikulum kita tidak akan cukup untuk menjawab kebutuhan mentalitas kaum muda itu.

Jati diri mereka yang belum dikenali dengan baik, jati diri yang masih sering diwarnai dengan ketidak stabilan membutuhkan upaya penanganan yang tidak bisa sekedar kita pasrahkan begitu saja kepada pihak sekolah atau cukup mendapat perhatian sekadarnya dari keluarga, tidak seperti itu. Harus kita akui pula bahwasanya pendidikan rohaniah atau dalam bahasa psikologi disebut mentalitas atau jiwa ini tidak selalu bisa dipenuhi oleh sekolah maupun pihak keluarga, sehingga dibutuhkan "tangan-tangan" terampil lainnya yang dapat membantu terpenuhinya kebutuhan itu, dan itulah "tangan" dakwah.

Dakwah secara konsep memang nampak abstrak, tapi bukan berarti dakwah tidak dapat dikonkritasikan. Dakwah dapat terlihat, misalnya saja dengan keteladanan yang baik (uswatun hasanah), dan pola ini pulalah yang menjadi salah satu pola yang digunakan oleh Rasulullah Saw dalam mensyi'arkan Islam di lingkungan Mekkah yang begitu jahiliyah di zamannya. Boleh diakui atau tidak, keteladan ini adalah salah satu hal yag kering dalam kehidupan kita di negara ini. Mengapa dikatakan demikian?

Sebagai contoh kita lihat di lingkungan sekolah, pewarisan "budaya" senioritas yang berlebihan bahkan keluar dari batas-batas yang wajar begitu marak terjadi. Bagaimana sosok senior dipandang dan ditempatkan sebagai sosok yang harus dihormati dan apapun bisa dia lakukan tanpa ada kata protes dari junior-juniornya, dan bukankah kondisi ini cenderung mewariskan sesuatu hal yang negatif? dan ini terjadi di lingkungan pendidikan, meski ya, tidak berlaku disemua lembaga pendidikan, tapi ini nyata dan ada di sekitar dunia pendidikan di negara kita, inilah PR lainnya yang belum selesai. Kondisi ini mau tidak mau, suka tidak suka akan membekas kuat dalam ingatan junior-junior yang ada di sekolah, misalnya perpeloncoan, cacian dan makian, sikap kasar, sikap asusila, dan lain-lain, itu yang akan semakin tumbuh subur dalam benak generasi muda Indonesia, dan tidak ada uswatun hasanah di sana.

Lalu kita lihat di rumah, sebagai contoh, berapa banyak anak yang bermasalah di rumahnya (broken home)? sangat banyak ternyata. Berapa banyak anak yang keluarganya baik-baik saja tapi ia kurang atau bahkan tidak diawasi perkembangannya? sangat banyak pula, dan kondisi inilah yang juga menyumbangkan kerdilnya mentalitas kaum muda Indonesia. Pertengkaran orang tua, hukuman fisik di rumah, kata-kata kasar dari teman, aktivitas-aktivitas atau kebiasaan-kebiasaan yang menyimpang di lingkungan sekitar tempat remaja itu tumbuh, bukankah itu yang kemudian akan menjadi warisan bagi perkembanngannya? adakah uswatun hasanah di sana? jawabannya lagi-lagi tidak.

Lantas, dimanakah teladan yang baik itu bisa kita temukan?

Keteladanan yang baik ada pada dakwah, dan bahasa dakwah itu adalah bahasa Islam, sedangkan bahasa Islam itu berarti bahasa keimanan dan ketaqwaan, dan Islam itulah yang akan mengantarkan kita pada kehidupan yang penuh kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan lahir dan batin, insyaallah. Islam rahmatanlilalamin, ajarkan dan jadikan Al-Qur'an dan Assunnah sebagai pedoman hidup yang utama.




Suka · · · Bagikan · Hapus

Sabtu, 01 September 2012

Tsiqoh Itu...

"Ketika kelak di tengah perjalanan dakwah anti menemukan kekecewaan, maka ingatlah dengan baik bahwasanya jama'ah ini adalah jama'ah manusia, bukan jama'ah malaikat yang senantiasa sempurna dan tidak pernah mengenal kata salah"

Itu ada satu dari sekian pesan yang pernah diucapkan oleh murobbiyah saya ketika pertama kali kaki ini menginjak dunia kampus, melanjutkan jenjang tarbawi. Mungkin tak hanya beliau, saya yakin hampir setiap murobbi maupun murobbiyah lainnya pernah mengatakan hal yang serupa kepada para mutarobbi dan mutarobbiyahnya. Dulu, beberapa tahun yang lalu ketika beliau mengucapkan hal tersebut, saya meresponnya dengan seksama, saya coba patrikan pesan beliau dalam hati nurani dan ingatan saya. Luar biasa, sampai detik ini pesan dari murobbiyah saya itu benar-benar sangat berkesan dan tak terlupakan.

Jama'ah adalah salah satu sarana dakwah yang Allah sediakan bagi setiap hamba-Nya untuk menggemakan Islam. Dakwah memang dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Tapi tentu ketika dakwah yang panjang ini dipikul sendiri, setiap titiannya dilalui sendiri akan terasa sangat lelah dan berat, sehingga di sinilah jama'ah itu berperan. Teringat sebuah pepatah lama yang menyebutkan, "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing", pepatah yang sederhana yang mengingatkan kita akan makna berbagi, bergotong-royong, bersama-sama dan seperti itulah sebuah jama'ah tumbuh dan bergerak.

Seiring berjalannya waktu, berbagai perbedaan semakin nampak bermunculan, perbedaan ide, gagasan, pemikiran bahkan hingga strategi dan teknis kerja di lapangan. Jika kita keliru dalam menyikapi perbedaan itu, tentu jawaban pasti yang kita peroleh adalah satu, kekecewaan. Bagaimana tidak, sebuah perbedaan kecil yang sangat sederhana sekalipun ketika dinilai tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan atau apa yang kita inginkan, maka yang kemudian muncul adalah ego dan emosi yang tak terkendali. Salah satu kunci penting dalam berjama'ah adalah tsiqoh. Tsiqoh jika kita maknai secara bahasa artinya adalah percaya, akan tetapi jika kita telaahi dengan lebih luas, tsiqoh ini tidak berhenti pada satu titik sikap percaya atau tidak berhenti pada tataran percaya yang tidak memberikan ruang untuk kita belajar memahami.

Tsiqoh atau percaya semestinya dibangun di atas pondasi keterbukaan, artian terbuka dalam hal memberikan peluang bagi para kader dalam sebuah jama'ah untuk tetap mengembangkan ide-idenya atau gagasan-gagasan maupun pemikiran-pemikiran strategis untuk mengembangkan gerak dakwah dari sebuah jama'ah. Tsiqoh pun harus pula memiliki pintu yang mempersilahkan kader-kader dalam sebuah jama'ah untuk belajar mengerti dan memahami akan konteks jama'ah bahkan jika perlu hingga ke tataran kebijakan yang diambil atau pun diberlakukan dalam sebuah jama'ah. Memang tidak setiap perkara atau kebijakan jama'ah dapat dan harus dijelaskan secara terbuka kepada kader-kader yang ada dalam jama'ah, akan tetapi pola transparansi dalam membangun kekokohan jama'ah adalah sebuah keniscayaan.

Tsiqoh bukan "alat" untuk menutup mulut kader, tsiqoh bukan pula cara efektif untuk "membunuh" ide cerdas dan kreatif dari diri para kader, justru tsiqoh adalah gerbang yang menentukan kokoh tidaknya sebuah jama'ah dakwah. Transparansi kebijakan dalam sebuah jama'ah tidak selalu harus dipaparkan dengan detail di hadapan para kadernya, kepahaman kader akan jama'ah dan segala sesuatu yang ada di dalamnya dapat berkembang tatkala kader itu tak hanya sekedar tahu dan melaksanakan, akan tetapi ia pun berhak bertanya, berpendapat bahkan mengkritik. Tidak sedikit pihak dalam sebuah jama'ah dakwah yang memberikan penegasan bahwasanya kita, para kader cukuplah bertanya dan tahu apa-apa yang menjadi hak kita, kita tidak usah berlelah-lelah diri menanyakan dan mencari tahu apa yang bukan menjadi hak kita.

Penegasan tersebut tentu membutuhkan suatu batasan yang jelas, karena seorang kader dalam sebuah jama'ah bisa saja ia mengajukan pertanyaan atau mengetahui sesuatu hal yang menurutnya memang itu harus ia tanyakan atau harus ia ketahui akan tetapi jama'ah melihat hal itu sebagai sebuah kekeliruan bahkan pelanggaran. Kondisi ini tidak bisa "dibunuh" begitu saja oleh jama'ah dengan alasan tidak pada tempatnya atau dengan alasan amniyah (rahasia). Keadaan yang demikian jika tidak diperbaiki perlahan-lahan akan merongrong kekokohan internal dan gerak jama'ah. Di sinilah posisi tsiqoh itu berperan penting, memang harus diakui bahwasanya banyak bertanya pun bukanlah hal yang baik, akan tetapi tidak boleh atau dibatasi untuk bertanya atau pun mengetahui sesuatu hal terlebih memberi saran atau kritik untuk struktural jama'ah dalam jama'ah itu juga sama tidak baiknya, sehingga tsiqoh adalah jawaban yang dapat menjadi jembatan bagi keduanya.

Bagaimana tsiqoh ini dapat berperan? Tsiqoh bukanlah "senjata" yang dapat digunakan untuk membuat kader tunduk tanpa tanya dan tanpa bicara. Tsiqoh membutuhkan keterampilan untuk dapat diterapkan dalam diri setiap kader dalam sebuah jama'ah dakwah. Sederhananya adalah berikan pemaparan ketika kader bertanya atau mengetahui sesuatu hal terkait kebijakan jama'ah yang sifatnya amniyah maupun tidak. Berikan kesempatan untuk kader berbicara, memberikan saran atau pun kritikan untuk jama'ahnya, karena bukankah jama'ah kita bukan jama'ah malaikat? Saran dan kritik pada dasarnya dapat menjadi gerbang pengokohan jama'ah jika saja direspon dengan baik, dan saran serta kritik pun dapat menjadi ancaman bagi kekokohan jama'ah ketika direspon dengan negatif. 

Seringkali muara akhir dari tsiqoh itu adalah kebijakan syuro, dan inilah yang tak jarang pada akhirnya "membunuh" kader itu sendiri, karena kebijakan syuro bukanlah kebijakan yang diambil secara pribadi, karena kebijakan syuro bukan pula kebijakan yang diambil secara sepihak, karena kebijakan syuro adalah kebijakan yang diambil oleh mereka yang memiliki kapasitas yang mumpuni. Itulah penjelasan yang pada akhirnya menutup rapat-rapat seorang kader dalam diam dan menempatkan ia untuk cukup bertanya kepada dirinya sendiri. Lalu apakah ketika seorang kader mempertanyakan syuro adalah sama denga tidak tsiqoh?. Pertanyaan essensial yang mungkin sulit untuk dijawab dan dijelaskan.

Kekecewaan kader terhadap jama'ah bisa jadi lahir bukan sekedar karena ego atau pun emosinya, bukan sekedar terjadi karena ia dinilai tidak tsiqoh, bukan pula perkara ini jama'ah manusia atau ini jama'ah malaikat, bukan sekedar terjadi karena perkara amanah dan agenda, akan tetapi kekecewaan itu justru bisa bermula dari tidak jelasnya konteks tsiqoh yang selama ini selalu ditanamkan dalam diri setiap kader, penanaman tsiqoh yang tidak memberikan ruang bagi kader untuk melakukan apapun, terlebih melakukan suatu perkara yang dinilai menyimpang dari aturan semestinya dalam jama'ah.

Ketika dikatakan bahwa ini bukanlah jama'ah malaikat yang selalu sempurna dan tak pernah salah, maka jawabannya kini adalah justru karena ini adalah jama'ah manusia, maka berikanlah sedikit ruang untuk manusia dalam jama'ah itu "bernafas" tidak dengan diam, justru karena ini jama'ah manusia maka izinkanlah kader-kader di dalamnya untuk tsiqoh pada hal yang semestinya, karena tsiqoh bukan satu-satunya ukuran taat dan bertanya, memberikan saran dan kritik atau pun tahu sesuatu hal yang dinilai amniyah dalam jama'ah bukan indikator ia tidak tsiqoh

Jadi, "desain" tsiqoh yang bagaimanakah yang dinilai ideal untuk mengokohkan jama'ah dakwah? PR besar yang harus kita jawab.